@guetaher_ @iamalvinjo_ @azizahsivia

Say What You Need To Say!

Kamis, 06 Agustus 2015

SWEAR


Sweet as RevengeTugas Terakhir

Anak laki-laki kecil berusia sekitar sepuluh tahun itu bersembunyi di bawah tempat tidur setelah mendapat perintah dari ibunya limabelas menit yang lalu. Wajahnya pun berubah tegang disertai dengan sedikit napas memburu saat ia melihat dua sosok orang bertopeng mendobrak pintu kamarnya keras. Menakutkan. Dan bahkan ia dapat melihat begitu jelasnya ketika sang ibu berdiri tak berdaya saat sebuah pistol hitam mengutuk pergerakannya.
Jangan sentuh anak saya!!! teriak wanita paruh baya itu saat salah satu dari kawanan penjahat tersebut berjalan mendekat ke arah ayunan bayi.
Diam! Sedikitpun anda kembali bersuara, saya tidak akan segan-segan membunuh anda dan semua orang yang ada di sini. ancamnya keras.
Lantas penjahat itu kembali mencari sesuatu yang mungkin menjadi alasan utama mereka mendatangi rumah keluarga tersebut secara tak terhormat. Mereka beraksi seenak mereka tanpa peduli dengan si pemilik rumah yang sangat ketakutan dan tertekan. Todongan pistol di dekat pelipisnya cukup membuat wanita paruh baya itu seakan mati berdiri.
Ini dia yang kita cari, desis si penjahat satu seraya memberi kode kepada rekannya.
Lantas yang diberi kode hanya bisa tersenyum menang sambil tetap menodongkan pistol ke arah kepala wanita tadi. Rasanya tak sia-sia mereka malam-malam datang untuk beroperasi setelah direncanakan beberapa hari sebelumnya. Rumah tersebut benar-benar kaya raya.

Brak!!!

Dalam sekejap, brankas yang terkunci pun terbuka mudah hanya dengan satu pukulan keras dari sebatang besi. Puluhan emas batangan, jutaan uang, serta berkas-berkas penting milik keluarga tersebut langsung berpindah tangan dalam hitungan detik saja.
Sudah semua?
Beres. Ayo kita pergi!
Bagus! balas ucap penjahat yang masih setia membekap wanita paruh baya itu ditemani pistol kecilnya.
Lalu ia segera bergegas sambil melepaskan bekapannya perlahan. Namun tetap dengan kondisi tangannya yang masih tak lepas menodong ke arah wanita tersebut.
Tolooonnnggg!!! teriak wanita tersebut seketika. Dan. . .

Jedar!!!

Sebuah tembakan dengan sengaja penjahat itu bidikan ke arah dada wanita itu demi menyelamatkan dirinya yang mungkin akan mengundang kedatangan warga sekitar. Lantas mereka segera berlari cepat tanpa mempedulikan wanita tersebut. Sebelum semuanya terlambat mungkin.

Klutuk!

MAMAAAAAAAAA!!!

Seakan sudah tak kuat lagi untuk menahan rasa sesak di dadanya, anak laki-laki yang tadi bersembunyi itu berteriak hebat. Keluar, dan berlari mendekat ke arah ibunya yang sepertinya sudah tidak berdaya lagi.
Mama bangun, ma! Mama bangun!
Mama jangan tinggalin Alvin! Mama jangan tinggalin Alvin sama Angel! Mama bangun, Ma! Mama bangun!
Semakin histeris, anak laki-laki kecil bernama Alvin itu menggerak-gerakkan tubuh ibunya. Bersamaan dengan pecahnya tangisan sang bayi yang semakin menggenapkan suasana miris yang terjadi di kamar tersebut.
Mama. . .
Kembali, Alvin melirih. Kali ini suaranya melemah, juga karena tak ada respon dari ibunya yang memang sudah tak bernyawa lagi. Lantas ia menunduk dan bersimpuh di dekat tubuh kaku wanita paruh baya yang berlumuran darah itu. Hidupnya seakan ikut mati juga bersama sang ibu.
Sekilas, Alvin melihat sebuah benda tergeletak tak jauh di tempatnya duduk. Sebuah bandul kalung berbentuk asimetris dengan warna hitam pekat serta di tengahnya bertuliskan Gradevil. Lalu Alvin mengambil dan menggenggam benda tersebut erat. Seakan dalam hatinya berkata kalau dirinya akan membalas semua perbuatan yang telah pemilik bandul kalung itu lakukan kepada keluarganya.
Tunggu Alvin, Alvin bakal balas semua ini buat Mama. Alvin janji Ma, Alvin janji! ujar Alvin ambisius. Sinkron dengan kedua mata coklatnya yang memerah. Lantas ia menarik napas kuat-kuat.

***
Ini bonus buat kamu,
Di tengah-tengah lamunan panjangnya, seorang pria muda itu tersentak seketika saat seorang lelaki tua berbicara seraya menyodorkan sebuah amplop tebal kepadanya.
Bonus buat kerja kamu kemarin. lanjutnya.
Sedangkan pria muda itu hanya membuang napas sambil menurunkan tumpangan kakinya dari atas meja. Kemudian mematikan cerutu yang belum sempat diisapnya itu ke dalam asbak.
Tidak perlu repot-repot, Mister. Yang kemarin juga sudah cukup buat saya. tolak pria tersebut cukup halus.
Ck! Ayolah, Lee! Untuk sekali ini saja, saya mohon kamu terima uang itu.
Lagi, lelaki tua itu berucap, kali ini sedikit memohon kepada pria yang dipanggilnya dengan sebutan Lee tersebut. Dan bahkan mungkin hal itu sudah terlalu sering ia lakukan tiap kali ia memberi sesuatu yang sama kepada Lee, anak buah andalannya selama tiga tahun terakhir.
Saya belum bisa terima ini, Mister. Lebih baik Mister simpan dulu, mungkin lain kali saya ambil kalau saya butuh. ujar Lee santai. Membuat lelaki tua yang berdiri di sampingnya itu kembali membuang napas.
Ya sudahlah kalau itu yang kamu mau, saya tidak bisa memaksa. ujarnya terlalu pasrah.
Lee pun menghela napas lega. Hmm Mister, apa boleh saya meminta sesuatu yang lain selain yang kau tawarkan itu? pinta Lee setelahnya.
Sedikit kaget, karena baru saja ia ikut duduk di samping pria tersebut, lelaki tua itupun kemudian tersenyum mendengarnya. Entahlah kenapa. Rasanya ia terlalu senang mendengar bahwa adanya sebuah permintaan yang keluar dari mulut seorang Lee Alvinandra. Yang mana selama ini beliau tidak pernah mendengar itu. Pasalnya, Lee memang tidak pernah meminta sesuatu apapun semenjak ia menjadi pengikut lelaki tua itu sebagai pembunuh bayaran, walaupun sudah terlalu sering ia ditawarkan olehnya. Namun nyatanya Lee tidak haus akan permintaan, ia terima apa adanya dengan apapun yang diberikan bosnya atas kinerjanya selama ini.
Are you serious? Apa yang kamu minta dari saya? Coba katakan! Dengan senang hati akan saya kabulkan, respon lelaki tua tersebut cukup senang. Rasanya hal seperti inilah yang selalu ia tunggu-tunggu dari Lee.
Karena menurutnya, untuk memberi sesuatu sebagai bonus kepada Lee itu seperti memberi rumput kepada seekor serigala. Dan memberi daging kepada seorang vegetarian. Terlalu susah.
Saya"
Ya? Kamu butuh apa?
Saya mau berhenti dari pekerjaan ini, Mister. Saya mau berhenti jadi pembunuh bayaran. Saya sudah mulai jenuh, ungkapnya yang berhasil membuat kening Hugonama lelaki tua itusedikit berkerut.
Saya ingin kembali hidup normal, tanpa harus lagi membunuh orang-orang yang belum tentu berdosa. lanjut Lee yang seakan selama ini baru tersadar kalau perbuatan yang ia jalani itu ternyata memang salah.
Apa Mister mau mengabulkan permintaan saya? Saya mohon, Mister…”
Hugo masih belum juga angkat bicara walaupun kini Lee sudah mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada. Entah ini akan menjadi permintaan pertama atau mungkin menjadi permintaan terakhir yang Hugo dengar dari mulut Lee. Rasa sulit untuk mengabulkan pun tiba-tiba muncul dalam benak Hugo, sesulit ia melepaskan Lee setelah hampir empat tahun menjadi tangan kanannya.
Kamu serius meminta itu, Lee? tanya balik Hugo setelah dengan panjangnya ia menarik napas.
Lantas Lee mengangguk yakin karena memang tak ada niat sedikitpun untuk menarik kembali permintaannya tadi.Saya lebih dari serius, Mister.
Hmm yayaya, baiklah.
Saking tidak tau harus menjawab apa lagi, Hugo terpaksa mengabulkan permintaan Lee. Meski faktanya masih cukup banyak tugas Lee yang belum sempat dijalankan olehnya, tapi mau bagaimana lagi? Lee sudah memutuskan untuk berhenti dari profesinya. Dan Hugo, lagi-lagi harus berusahamerelakan Lee berhenti dari bisnis kejamnya dan otomatis rela untuk membatalkan semua kesepakatan antara pihaknya dan pihak clientyang sudah terjalin beberapa hari lalu.
Terimakasih banyak, Mister! ucap Lee seraya menunduk setengah badan.
Tapi dengan satu syarat, ucap Hugo yang kali ini nada bicaranya cukup serius.
Hugo bangkit dari duduknya dan berjalan pelan seraya menghisap cerutunya dengan santai. Menggantungkan kalimatnya dengan sangat sengaja.Sementara Lee terdiam dengan tatapan penasaran ke arah bosnya itu.
Dan syarat ituharus benar-benar kamu jalankan tanpa bisa menolak. lanjut Hugo tanpa mempedulikan ekspresi wajah Lee yang seakan bilang kenapa-mesti-ada-syarat?
Apa syaratnya? tanya Lee sambil berjalan mendekati Hugo yang berdiri menghadap dinding kaca.
Ini syaratnya, jawab lelaki tua itu singkat.
Sedangkan Lee cukup mengernyit dibuatnya setelah ia menerima selembar kertas tebal bergambarkan seorang gadis cantik dari tangan Hugo. Ia meneliti sesaat kertas di tangannya dengan cermat. Lalu menarik napas begitu otaknya menangkap kesimpulan yang sudah ia prediksi sebelumnya. Lagi-lagi harus membunuh. Batinnya.
Namanya Kimberly, salah seorang mahasiswi di LuxartUniversity. Dan dia harus kamu bunuh secepatnya sebelum kamu benar-benar berhenti bekerja denganku.
Belum sempat untuk Lee bertanya, Hugo langsung menjelaskan kenapa Lee menerima sebuah foto darinya. Sesuatu yang biasanya menjadi benda perantara untuk Lee melakukan aksi sadisnya sebagai pembunuh bayaran.
What?! Luxart University? Are you joking, right? Itu tempat saya kuliah. ungkap Lee cukup syok.
Faktanya, meskipun Lee seorang pembunuh bayaran, Lee paling pantang menerima pekerjaan yang suasananya masih berhubungan dengan apa yang sedang ia lakoni di dalamnya. Seperti yang baru saja dikatakannya sekarang.
Saya tau, Lee. Tapi bukan berarti kamu harus membunuhnya di tempat tersebut bukan? Pintarlah sedikit!
Tapi, Mister?
Ini tugas terakhirmu. kata Hugo datar.Dan itu terpaksa membuat Lee membuang napas jengahnya.
Baiklah, lirih Lee pasrah yang kemudian terlibat percakapan panjang dengan lelaki tua tersebut. Percakapan mengenai misi mereka kali ini lebih tepatnya.

***
Lampu ruangan yang tadinya padam tiba-tiba berubah terang saat seorang gadis baru saja membuka pintu dan melangkahkan kakinya dalam hitungan jari. Sontak ia terhenti seketika, pergerakkannya seakan terkutuk dalam diam setelah sapaan ketus menusuk gendang telinga gadis tersebut.
Dari mana aja loe? Hah?!
Pria muda yang kini mematikan rokoknya itu menatap ke arah gadis tersebut yang seakan tertangkap basahkarena melanggar aturan. Ia terlihat sangat sangar sekali kala itu. Seperti para Ayah yang hendak memarahi puterinya yang pulang malam tanpa ada kabar terlebih dahulu.
Gue? tunjuk gadis itu pada hidungnya sendiri.
Entah karena polos atau bagaimana, yang jelas sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh pria muda berkacamata hitam itu bisa dibilang cukup aneh menurutnya. Karena biasanya, meski mereka berdua satu atap, sangat jarang sekaliatau bahkan tidak pernahmereka berkontak suara seperti sekarang ini. Dan jelas saja membuat gadis bernama Kimberly Sivia itu berlagak seperti orang bodoh saat kakak tirinya bertanya.
Ya elo lah, siapa lagi?! Dari mana aja jam segini baru pulang? Hah?! Keluyuran? Clubbing? Oh, atau jangan-jangan loe abis diajak kencan sama om-om? Cih! Murahan,
Glek! Sivia menelan ludah seketika. Cukup syok mendengar kata-kata keji yang keluar dari mulut seorang Kenzio Cakka, pria muda yang sudah menjadi kakak tirinya sepuluh tahun terakhir. Lalu ia mendesis, berusaha berlagak acuh tak acuh di hadapan pria yang tiap hari selalu mengajaknya berperang itu.
Whatever! Serah loe, gue gak peduli." respon Sivia lebih dari ketus. Langkahnya yang sempat terhenti pun ia lanjutkan kembali.
Aih! So bitch!
Bitch is you, badboy!
Dan setelah Sivia menimpali ocehan dari Cakka, tiba-tiba di depan pintu kamarnya sudah berdiri wanita paruh baya berwajah masam. Wanita yang paras wajahnya jauh lebih ketus dari kakak tirinya itu. Serta tentu saja wanita yang tampang horornya selalu membuat Sivia memutar mata dengan sedikit desahan kecil.
Ck! The big momster is come back! gumamnya asal.
Kenapa kamu baru pulang? Ini jam berapa?! tanya wanita itu seraya menunjuk jam tangan emas yang dipakainya. Membuat Sivia membuang napas jengah dan kemudian berdecak.
Masih jam sebelas, Tante! Masih terlalu wajarlah pulang kampus jam sebelas mah. Bukannya setiap hari juga aku pulang jam segini ya? Lagipula ini rumah aku kan? Jadi terserah aku dong mau pulang jam berapa? Dan  Tante gak berhak buat larang-larang aku. jawabnya tegas.
Oh, sekarang kamu udah berani melawan Tante, iya?!
Maaf Tante, bukannya aku mau melawan sama Tante. Tapi aku cuma lagi males aja debat sama Tante, sama Cakka juga. Aku capek banget, aku mau tidur.
Apa katamu? Kamu capek? Mau tidur? Apa Tante gak salah denger? tanya wanita itu kemudian. Kakinya ia langkahkan demi mengelilingi tubuh Sivia.
Sedangkan Sivia hanya mengernyit sambil bola matanya mengikuti ke mana saja ibu tirinya itu bergerak. Seperti sedang di kelilingi seekor macan lapar yang Sivia rasakan saat itu.
Emang kamu pikir kamu itu puteri raja yang pulang main langsung tidur? Iya?!
Lagi-lagi Sivia mengernyit. Mulai tidak mengerti dengan ucapan wanita yang masih menggunakan nada sinis di setiap perkataannya itu.
Maksud Tante apa sih? Aku gak ngerti. Udah ah, aku mau istirahat, besok kuliah pagi. ujar Sivia cukup jengah dengan suasana yang kini menjerat kelelahannya.
Kamu jangan pura-pura bodoh, Kimberly! Kamu itu bukan siapa-siapa lagi di rumah ini! Karena mulai sekarang kamu itu cuma pembantu di rumah ini. Bukan lagi Kimberly yang menjadi anak kesayangan ayah kamu yang bodoh dan tolol itu! tukas wanita itu tepat di depan wajah Sivia.
JANGAN PERNAH HINA AYAH DI DEPAN AKU!!! bentak Sivia tiba-tiba. Mulai muak dengan kata-kata wanita paruh baya yang kini membawa-bawa nama ayahnya yang telah meninggal.
Namun Alesiawanita tersebutmalah tertawa sinis meresponnya. Apa kamu bilang? Tante menghina ayah kamu? Itu memang faktanya, sayang! bisiknya kemudian.
Lantas Sivia langsung menepis cepat saat tangan wanita itu hendak menyentuh dagunya. Cukup, Tante! Aku bilang aku gak mau debat sama Tante. Aku mau tidur, permisi!

Plak!

Kamu itu dibilangin susah banget sih?! Tante bilang kamu jangan tidur! Kamu bersihin dulu semua cucian kotor yang ada di dapur, pel semua lantai yang ada di rumah ini sampai mengkilat, dan yang terakhir kamu harus bersihin gudang. Karena tempat itulah yang akan menjadi kamar kamu mulai malam ini dan seterusnya. Ngerti?! jelasnya panjang lebar setelah dengan kerasnya ia menampar pipi kanan Sivia.
Mendapat tamparan keras dari Ibu tirinya, hati dan harga diri Sivia seakan hancur. Dunia entah kenapa rasanya sudah berubah. Meskipun Sivia tau bahwa Ibu tirinya tidak pernah menyukainya, namun selama ini ia tidak pernah merasakan tekanan yang sangat berat di rumah ini. Hanya saja semenjak Ayahnya meninggal karena kecelakaan itulah yang membuat semuanya berputar begitu saja. Ibu tirinya benar-benarsudah menjelma menjadi monster. Begitupun Cakka selaku kakak tirinya.
Dan kalau sampai besok pagi belum kelar, jangan harap kamu bisa keluar dari rumah ini! Termasuk kuliah. ancamnya kemudian. Lalu pergi begitu saja tanpa menghiraukan Sivia yang merasa kesakitan di wilayah wajahnya.
Sedangkan di sudut lain, ada seseorang yang tersenyum ketus saat melihat Sivia disiksa seperti sekarang ini. Kenzio Cakka tentunya.
Dan sebentar lagi riwayat loe akan tamat, Kimberly. Huh! I can't wait it.

***
Luxart University

Di sebuah toilet, Alvin memandangi wajahnya di depan cermin setelah beberapa detik matanya melirik sebuah foto yang hampir setengah jam digenggamnya.Gampang-gampang susah untuk Alvin mencari gadis yang tertera pada foto itu di Universitas ini. Tetapi yang jadi masalahnya bukan itu, melainkan entah kenapa Alvin merasa tidak tega jikalau harus membunuh gadis yang tatapannya selalu membuat hati Alvin merasakan hal berbeda itu. Dan meski belum pernah sekalipun ia bertemu dengannya.
Kimberly…” gusar Alvin pelan. Rambutnya yang sedikit basah itu sengaja diacaknya seketika.
Kenapa gue jadi kayakgini sih?! Come on, Alvin! Ini tugas terakhir loe. Loe pasti bisa! Loe pasti bisa bunuh gadis ini. ujarnya mencoba membujuk diri. Tetapi faktanya dalam ucapan tersebut masih terseliprasa ketidakpercayaannya.
Tapi? Aaarrrggghhh. . . Shit! Loe itu siapa sih?! Kok gue malah jadi gini cuma gara-gara lihat foto loe? tukas Alvin kembali frustasi. Mata gadis itu seakan-akan mempermainkan perasaan Alvin dalam sekejap.
Astaga! She is the eagle's eyes, right? Kenapa gue baru inget sekarang? Aih! ujar Alvin lagi saat otaknya teringat akan sesuatu. Sesuatu yang kurang dari 24 jam yang lalu sempat dibahasnya dengan sang bos besar.
Huh! Yayaya. Cukup menantang. Tapi bukan Lee Alvinandra namanya kalau gak bisa ngelakuin ini semua. Hmm…”
Sekejap, Alvin bergegas setelah menyelipkan kacamata hitam pekat di kedua telinganya. Dan ia berjalan sewajarnya setelah membuka hendel pintu toilet, kemudian melirik sesaat suasana sekitar yang masih terlihat sangat sepi saat itu. Lantas menarik napas pendeknya cepat-cepat.
AWAAAAAAAAASSS!!!
Dan baru saja Alvin mengembuskan tarikan napasnya, tiba-tiba seorang gadis berteriak ke arah Alvin dengan kesusahan mengontrol laju sepatu rodanya.

Brak! Klutuk!

Mereka berdua kontan terjatuh dengan posisi Alvin berada di bawah dan gadis tadi berada di atasnya. Parahnya, hampir sedikit lagi bibir mereka bersentuhan kalau saja tangan Alvin tidak refleks menahan pundak gadis tersebut. Juga karena gadis itu menumpu kedua tangannya di dada bidang milikAlvin.
Keduanya menahan napas, cukup syok. Bahkan Alvin yang kacamatanya terlempar jauh itupun dapat melihat dengan jelasnya ekspresi was-was dari raut wajah gadis tersebut. Lalu ia mengernyit. Sepertinya ia mengenali sosok gadis yang kini matanya terpejam kuat itu. Sementara si gadis terlihat sangat ketakutan dengan diiringi deru napasnya yang memburu. Dadanya kembang kempis menyentuh dada Alvin yang melakukan aksi yang sama.
Kimberly? gumam Alvin spontan.
Sontak kini gadis itu berusaha membuka matanya perlahan. Ah Sori, lalu segera berdiri begitu menyadari tubuh beratnya menumpang di atas tubuh orang lain.
Sori ya? Tadi sepatu rodakukayaknya rusak deh, susah banget rasanya buat ngerem. Maaf ya, tadi lagi buru-buru banget soalnya. Kamu gak apa-apa kan? celoteh gadis itu kemudian.
Sedangkan Alvin malah mendadak diam seribu bahasa. Pergerakkannya terkutuk seketika. Bahkan bukan hanya pergerakkannya yang terkutuk, semua organ-organ di tubuhnya juga mengalami hal yang sama saat ia tanpa sengaja menatap mata biru langit milik gadis tersebut.
Hey, kamu gak apa-apa kan?
Merasa tak ada respon, gadis itu memastikan kondisi Alvin dengan sebuah lambaian pelan di depan matanya. Takutnya ada sesuatu yang terjadi pada pria yang ada di depannya itu.
Eh, gue eh... iya, aku gak apa-apa kok. kata Alvin cukup terbata. Entah rasanya ia bingung sendiri menjawab pertanyaan gadis tadi.
Oh, syukurlah. Sekali lagi maaf ya?
Oke, gak apa-apa kok. Santai aja,
Hehehe. Oh iya, kalau boleh tau siapa namanya? Aku Sivia, mahasiswi fakultas hukum.
Sivia, gadis itu, kini dengan manisnya mengulurkan tangan di hadapan Alvin yang masih terlihat kaku dari sebelumnya. Ia tersenyum tulus seperti tidak pernah terjadi apa-apa beberapa detik yang lalu.
Sivia? gumam Alvin dengan mengulang kembali nama Sivia. Tatapannya terlihat cukup bingung.
Ya, Sivia. Nama kamu siapa?
Aku Lee, eh, Alvin. Ya, aku Alvin.
Alvin? Oke, salam kenal ya?
Iya, salam kenal. Hmm. . . Ngomong-ngomong tadi kenapa buru-buru gitu? Bukannya ini masih pagi ya? tanya Alvin spontan. Membuat Sivia langsung teringat kembali akan tujuan utamanya kenapa ia sampai buru-buru sekali datang ke kampus seperti tadi.
Oh itu? Iya, tadi aku berangkat ke sini pakaisepatu roda, terus pas di jalan malah kebelet pipis, jadi aku sengajajalannya cepet-cepet buat ke toilet deh. Hehehe. jelas Sivia jujur. Sementara Alvin terkekeh kecil dibuatnya. Ada-ada saja.
Aduh sebentar ya, aku mau ke toilet dulu. Tambah gak tahan ini, pamit Sivia seraya dengan buru-buru juga melepaskan sepatu rodanya.
Oh, iya silahkan! ujar Alvin refleks. Kemudian menggelengkan kepala setelah Sivia melewatinya sambil berjalancepat.
Astaga! Gadis itu?! ucap Alvin begitu ia melihat kacamatanya yang tergeletak sambil melirik Sivia bergantian.
Ah, shit! cetus Alvin seakan baru menyadari bahwa begitulah jadinya kalau ia sampai menatap mata gadis yang ia yakini sebagai Kimberly Sivia itu secara langsung. Seperti terhipnotis. Dan memang terhipnotis faktanya.
Lantas ia mengambil kacamata itu dan memakainya kembali. Hmm baiklah, ini hal baru yang harus gue mulai.
Alvin menyeringai seketika. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celana dan kemudian melangkah pergi.

***
Muka loe kok kusut banget, kenapa sih? Loe abis begadang lagi gara-gara si Lampir sama Gerandongnya itu?
Sivia membuang napas pelan ketika teman akrabnya bertanya saat mereka duduk di pelataran taman kampus. Ia membuka tasnya dan mengambil sedikit cemilan yang ia beli sebelum keluar kelas tadi.
Lalu menjawab seadanya, Ya begitulah.
Astaga, Sivia! Loe tuh mau-maunya sih diperbudak sama mereka? Lawan dong sekali-kali! Jangan diem aja! Setidaknya jangan bikin mereka makin ngelunjak gitulah. ujar teman akrabnya yang sudah tau dengan keadaan keluarga Sivia.
Gak segampang itu, Fy. Bisa aja sih gue ngelawan, tapi kalau gue diusir dari rumah itu gimana? Mau tidur di mana gue? Kolong jembatan?
Ck! Itu kan rumah loe, Via. Kenapa mesti takut diusir? Harusnya mereka lah yang diusir sama loe.
Hmm iya sih. Tapi gue gak mau gegabah lahIfy, gue kasihan sama mereka berdua. Ya kali aja suatu saat nanti mereka bisa tobat, gak tau juga kan?
ClarissaRifyanovateman akrab Sivialantas tertawa ketus mendengar perkataan temannya tersebut. Hari gini masih ada orang bersikap baik sama orang yang sudah jelas-jelas jahat?Please deh! Rutuknya.
Loe berharap mereka tobat? Aih! Sama aja kayak loe nunggu pohon pisang berbuah jambu. Nunggu kiamat dulu baru iya. ujarnya.
Hahaha. Bisa aja loe. Udah ah, males gue bahas mereka berdua. ucap Sivia seraya menyambar air mineral yang tadi ia beli di kantin. Ify lantas mengangkat bahu.
Bentar deh, itu Alvin bukan sih? Alviiinnn, sini! teriak Sivia begitu matanya menangkap sosok pria muda berkacamata sedang berjalan cepat tak jauh dari tempatnya duduk.
Kontan teriakan Sivia membuat pria muda itu berhenti melangkahkan kakinya dan menengok ke arah sumber suara.
Ya? respon pria muda tersebut yang ternyata memang Alvin.
Mau ke mana, Vin? Sini ngobrol-ngobrol dulu aja sama kita. ajak Sivia antusias.
Sementara Alvin yang masih bingung pun tiba-tiba kakinya tergoda untuk melangkah ke arah Sivia dan temannya duduk. Entah karena ada angin apa. Sepertinya ia tertarik dengan tawaran Sivia barusan.
Duduk dulu, Vin! Oh iya, kamu mau pulang ya? tanya Sivia lagi memastikan.
Iya sih mau pulang, tapi aku mau jemput Angel dulu. jawab Alvin langsung.
Angel?
Iya, adik kecilku.
Oh, adik kamu? Sekolah di mana?
Di SD samping kampus kita kok, gak jauh.
Hah? Masih SD? Wah, pasti unyu-unyu dong?
Begitulah,
Ehem!
Seketika Ify berdehem kecil. Usaha yang pada umumnya dilakukan oleh semua orang ketika keberadaanya sudah tidak diabaikan. Dan tentu saja hal itu dilakukan juga oleh Ify.
Oh iya Vin, ini Ify, temenku. Ify, ini Alvin, yang tadi pagi aku ceritain itu lho? ungkap Sivia sebagai perantara perkenalan antara Alvin dan Ify.
Sebelumnya mereka berdua saling senyum terlebih dahulu dan kemudian berjabat tangan. Wajarnya seperti semua orang yang baru pertama kali kenal.
Ify,
Alvin.
Salam kenal ya, Vin?
Iya,
Lalu dengan singkat Alvin melirik arlojinya. Sudah jam duabelas lewat limabelas menit.
Hmm. . . Aku cabut duluan gak apa-apa kan? Mau jemput Angel dulu, pamit Alvin sembari melirik Sivia dan Ify bergantian.
Oh gak apa-apa kok, santai aja!
Iya, harusnya juga kita yang gak enak sama kamu, Vin. Soalnya udah maksa kamu buat gabung di sini. sambung Ify dengan tidak enak hati.
Kalau gitu aku pergi ya? Permisi!
Sejenak, sebelum melangkah pergi, Alvin menyempatkan diri untuk tersenyum ke arah Sivia dan Ify. Dan itu benar-benar senyuman termanis yang pernah mereka berdua temui. Terlebih Ify yang kentara sekali memperlihatkan ekspresi terpesonanya saat melihat Alvin.
Iya Vin, hati-hati! ucap Sivia dan Ify kompakan.
Ah, Siviaaaaaa!!! Ternyata yang namanya Alvin itu ganteng bangeeettt! Kece parah deh pokoknya! Terus tadi pas dia senyum, gue kok jadi deg-degan gini ya? Aih! He is so handsomefull. histeris Ify yang matanya belum juga beralih dari tubuh Alvin yang semakin menjauh.
Gak usah segitunya juga kali, Fy! Lebay amat loe! respon Sivia sambil menyenggol pundak gadis yang masih bertingkah over itu.
Mau loe bilang lebay kek, apa kek, bodo amat! Yang jelas tuh cowok udah bikin gue spot jantung hari ini. Ohmy to the God!
Huh, dasar joni!
Heh? Apaan tuh joni?
JOMBLO NISTA! Hahaha.
Sialan parah loe, Vi! Dan kalaupun gue jomblo nista, apa kabar dengan loe? Hah?! timpal Ify yang berhasil membuat Sivia berpamer gigi.
Gue mah single, bukan jomblo. Hahaha. bisik Sivia sambil bangkit dari duduknya.
Sama aja, Sivia! Huh, dasar!
HAHAHA.
Tungguin gueee!

***
Gadis kecil berambut dikuncir dua itu terus berjalan lurus, tak menghiraukan panggilan dari Alvin yang sedikit berlari tak jauh di belakangnya. Keterlambatan Alvin saat menjemputnya itu seperti sudah tak termaafkan lagi olehnya.
Angel, tungguin kak Alvin!
Sudah hampir puluhan kali seruan tersebut keluar dari mulut Alvin, namun Angel tetap tak bergeming. Lebih tepatnya masa bodoh dan lebih memilih untuk terus berjalan. Entah berjalan ke mana, yang penting mengikuti jalan raya. Tentu juga mengikuti langkah kakinya ke mana ia akan membawanya pergi.
Angel marah ya sama kakak? Ya udah deh kakak minta maaf,
Lagi, Alvin bersuara. Langkahnya kini sudah sejajar dengan gadis kecil tersebut. Kok Angel gitu sih sama kakak? Kakak kan udah minta maaf,
Angel masih tak peduli. Wajahnya yang masih ditekuk pun belum mau untuk menengok ke arah Alvin. Jangankan menengok, menyadari kehadiran Alvin saja belum tentu Angel anggap.
Oke kalau emang Angel gak mau maafin kakak, gak masalah kok. Kakak mau beli es krim ah, pancing Alvin seraya berhenti mengikuti langkah adiknya, lalu berjalan mundur perlahan.
Kakak gak bakal kasih ke Angel kalau Angel minta!
Dan seperti dugaan Alvin sebelumnya, Angel berhenti melangkah dan berbalik badan ke arahnya. Kok kakak jahat sih sama Angel? Angel kan mau juga dibeliin es krim sama kak Alvin. ujar Angel mulai sedikit melunturkan aksi mengambeknya.
Angel kan lagi marah sama kak Alvin, jadi ngapain juga kak Alvin beliin es krim buat Angel? ledek Alvin dengan melipat kedua tangannya di dada.
Angel pun memajukan bibirnya seketika. Ih, kok kakak gitu sih sama Angel? Tadi kan Angel cuma ngambek dikit doang, kak?
Mau sedikit, mau banyak, tetep aja ngambek kan?
Ya lagian suruh siapa tadi kak Alvin lama banget datengnya? Angel kesel tau, kak?! balas Angel sambil ikut melipat tangan.
Lalu Alvin berjongkok dengan memegang kedua pundak Angel. Ya udah sekarang impas ya?
Hmm ya udah deh. Tapi janji ya beliin es krim dulu? ujar Angel setelah terlihat berpikir panjang demi menimang-nimang keputusannya untuk memaafkan Alvin.
Gak mau,
Ih, kak Alviiinnn!
Hehehe. Iya-iya kakak beliin. ucap Alvin sambil mencubit pelan hidung adiknya. Angel pun tersenyum.

***
Kamu beneran gak mau pulang siang ini, sayang? tanya seorang gadis cantik yang sedikit bermanja dalam dekapan Cakka.
Cakka pun menengok, kemudian membelai lembut ubun-ubun gadis itu. Iya, sayang. Aku mau habisin siang yang indah ini sama kamu. bisiknya sembari menggigit pelan telinga gadis tersebut.
Ih, kamu nakal deh!
Cakka hanya tersenyum saja saat gadis tersebut membalas dengan menepuk dada bidangnya. Lalu mereka berdua kembali berpelukan, tanpa busana, hanya sebuah selimut tipis saja yang menjadi penutup tubuh mereka di atas sebuah ranjang. Ranjang mewah di sebuah apartemenyang sudah menjadi saksi bisu dari hubungan intim mereka selama ini.
Perbuatan haram tersebut memang sudah sering dilakukan oleh Cakka setiap ia mendatangi sebuah kamar di apartemen milik kekasihnya, Reshilla. Meskipun mereka belum terikat dalam sebuah tali pernikahan, tetapi anehnya mereka tidak pernah mempedulikan hal itu. Entah karena terlalu cinta atau memang karena mereka telah terjerat oleh hasutan setan, yang jelas Cakka dan Shilla kini sudah terlanjur terjebak dalam kenikmatan dunia.
Perlahan, Shilla menautkan kedua tangannya di leher Cakka. Mencoba menikmati setiap cumbuan yang dilakukan pria tersebut di tubuhnya.
Ireally love you, my honey.
Lagi-lagi Cakka berbisik. Membuat Shilla kembali tersenyum sembari mengeratkan pelukkannya. Entah surga apa yang telah ia terima dari seorang Kenzio Cakka. Matanya pun mulai terpejam.

***
Ade cantik, kamu ngapain di sini? Kok sendirian aja?
Sivia yang baru saja mengantar Ify mencari taksi, tiba-tiba terheran saat melihat seorang gadis kecil duduk di pinggiran trotoar. Dengan sedikit iba, ia segera menghampiri gadis kecil itu dan bertanya setelahnya ia sampai di sana.
Awalnya gadis kecil itu tersentak, cukup kaget dengan kedatangan Sivia yang secara tiba-tiba. Namun kemudian tenang kembali begitu ia melihat sosok cantik yang matanya sangat menenangkan hati itu.
Aku lagi nunggu kakak aku, kak. jawabnya polos.
Lho? Emang kakak kamu ke mana? Kok kamu gak ikut? tanya dan jelas Sivia kemudian. Kali ini ia ikut duduk di samping gadis tersebut.
Kakak aku mau ke toilet sebentar katanya, kak. Gak apa-apa kak, aku sengaja nunggu di sini. jawab gadis kecil itupolos.
Sivia mengangguk sambil membulatkan mulut. Lalu sedetik kemudian ia merogoh tasnya. Mengambil sesuatu yang ia sempat beli saat bersama Ify.
Oh iya, kamu mau cokelat? Kakak punya dua cokelat nih, kakak kasih satu kalau kamu mau. tawar Sivia seraya menunjukan cokelat di kedua tangannya.
Hmm gimana ya? Sebenernya Angel mau-mau aja sih nerima cokelat dari kakak, tapi kata kakak Angel, Angel gak boleh nerima sesuatu apapun dari orang yang gak Angel kenal. ucap gadis itu yang ternyata Angeladik kandung Alvin.
Sivia mendadak tersenyum kecil dibuatnya. Oh, namanya Angel ya? tanyanya seraya diangguki cepat oleh Angel.
Ngg gak apa-apa juga kok kalau emang Angel gak mau mah. Kakak simpen lagi aja deh kalau gitu, lanjutnya.
Tapi kayaknya kakak itu orang baik ya? Hmm gak apa-apa deh, Angel mau. Hehehe. ujar Angel sedikit labil. Membuat Sivia kembali tersenyum, mewajarkan sikap kekanak-kanakan gadis tersebut.
Emang Angel sama kakaknya Angel mau pergi ke mana?
Sembari membuka bungkus cokelat yang tadi digenggamnya, Sivia kembali bertanya. Rasanya ia tertarik sekali untuk mengobrol banyak dengan Angel.
Angel sama kakak Angel rencananya mau ke mini market kak, mau beli es krim. Tapi kakak Angel malah kebelet pipis, jawab Angel yang lantas menggigit cokelat pemberian Sivia tadi.
Oh gitu ya?
Iya, kak. Hmm kalau boleh tau, nama kakak ini siapa? Angel kan udah makan cokelat punya kakak, masa iya Angel gak tau nama kakak? tanya Angel kali ini.
Eh iya ya, kakak juga sampai lupa ngenalin diri kakak sendiri. Hehehe. Kenalin, nama kakak Via.
Oh, kak Via? Angel seneng deh bisa kenal sama kak Via, udah baik, cantik pula. Pasti kakaknya Angel juga bakal suka kalau ketemu sama kak Via.
Lho? Emang kakaknya Angel cowok ya?
Cowok kak, ganteng lagi.
Oh kak Via kira kakaknya Angel itu cewek.
Cowok kok, kak. Hehehe. Entar deh Angel kenalin kak Via sama kakak Angel kalau udah dateng. ucap Angel antusias.
Hmm mungkin lain waktu aja kali ya? Soalnya kakak harus pulang nih, udah hampir jam dua. kata Sivia setelah melirik arloji berwarna ungu yang melingkar di tangan kirinya.
Yah, kakak. Tapi ya udah deh gak apa-apa. Makasih ya kak buat cokelatnya?
Iya sayang, sama-sama. Kamu baik-baik ya di sini? Kakak mau pergi dulu. Babay! pamitnya manis.
Dan sebelum pergi, Sivia mengacak pelan poni gadis itu. Meski ada sedikit rasa tidak tega meninggalkan Angel sendirian, namun ia harus segera pulang sebelum amukan ibu tirinya menggelegar di telinga Sivia.
Hati-hati ya, kak Via! teriak Angel. Seulas senyuman manis pun mengiringi langkah Sivia yang semakin jauh.
Sayang, tadi kamu ngobrol sama siapa? tanya Alvin yang entah sejak kapan berada di belakang Angel. Membuat Angel sedikit terkejut.
Ih, kak Alvin ngagetin aja!
Ya maaf, abisnya tadi kakak khawatir lihat kamu ngobrol sama orang yang gak dikenal. Kakak takut kamu diculik, jadi kakak lari deh. Emang tadi siapa sih? tanya Alvin lagi ingin mengetahui lebih rinci.
Kakak yang itu? Dia kak Via, kak. Temen Angel,
Via? Temen Angel? Emang sejak kapan Angel punya temen sebesar itu?
Alvin mengernyit heran. Jika dilihat dari postur tubuhnya, Alvin sepertinya belum pernah melihat gadis yang tadi mengobrol dengan Angel sebelumnya. Apalagi sampai dibilang teman seperti yang diungkap adiknya barusan.
Sejak saat ini, jawab Angel sumringah. Karena faktanya baru kali ini Angel berkenalan dengan seorang perempuan yang usianya hampir sebaya dengan kakaknya, Alvin.
Aduh, Angel kakak kan udah pernah bilang, jangan pernah deket-deket sama orang yang gak dikenal! Kamu inget gak sih?!
Tapi kak Via itu orang baik kok, kak. Buktinya dia ngasih Angel cokelat.
Angel, dengerin kakak! Sekali lagi kakak bilang, kamu jangan pernah deket-deket sama orang yang gak dikenal! Apalagi sampai nerima sesuatu, ngerti?! perintah Alvin sambil menatap tajam dengan pegangan yang cukup erat di pundak Angel. Yang lantas memberi efek menakutkan bagi gadis kecil tersebut.
Maafin kakak, bukan maksud kakak buat ngebentak kamu. Jujur, kakak cuma takut aja kalau kamu sampai kenapa-kenapa.
Kini Alvin sedikit melirih begitu merasa kalau Angel ketakutan dengan ucapannya tadi. Lalu menyentuh kedua pipi adiknya itu sangat lembut. Sentuhan kasih sayang yang selalu Alvin berikan setiap hari kepada adik kecilnya itu.
Kak Alvin gak usah minta maaf, kak Alvin gak salah kok, Angel yang salah. Dan Angel janji, Angel bakal inget terus kata-kata kak Alvin tadi. ujar Angel yakin. Dan tiba-tiba saja hatinya tergoda untuk memeluk pria muda yang masih berjongkok di hadapannya itu.
Aku sayang banget sama kak Alvin.
Iya sayang, kakak juga sayang banget sama Angel. Karena Angel itu harta terindah satu-satunya yang kakak punya di dunia ini.
Mereka berdua berpelukan erat di pinggir jalan, tak peduli meski banyak juga orang yang melihatnya dengan tatapan haru.

***

Srek!

Suara gorden terbuka seketika. Sinar mentari sore pun berebutan menerobos ruangan itu. Menusuk secara paksa kedua pasang mata yang masih terpejam dengan ketenangan karena terlelap kelelahan. Lantas pemilik mata itu menggeliat setelahnya.
Sayang, bangun! Aku udah siapin teh hangat nih buat kamu. ujar Shilla yang masih berbalut baju tidur. Kemudian duduk tak jauh di tempat Cakka berbaring.
Karena dirasa Cakka belum juga merespon panggilannya tadi, Shilla kembali bersuara. Kali ini sembari menggoyangkan tubuh kekasihnya itu. Ayo dong bangun! Pasti kamu capek kan, sayang?
Bentar lagi ya, sayang? Aku masih capek, balas Cakka dengan suara sengaunya.
Shilla pun menarik napas pasrah. Ya udah kalau gitu aku mandi dulu ya, sayang? kata Shilla sambil menaruh segelas teh hangat di atas meja dan kemudian mengecup mesra pipi kanan Cakka. Lantas Cakka pun mengangguk paham, lalu menbalas dengan tersenyum
Bye, sayang! ucap Shilla lagi dengan melangkah pergi setelahnya.
Sedangkan dalam detik yang sama, Cakka segera menarik selimut yang tadi hanya menutupi setengah perutnya yang masih tanpa busana. Berusaha menyamankan diri untuk kembali berselancar ke alam mimpi seperti sebelumnya.
Namun baru saja Cakka berniat untuk memejamkan mata, tiba-tiba suara ponsel mengusik pendengarannya. Cakka pun langsung menggeliat kesal, juga terpaksa tangannya keluar dari balik selimut untuk mengambil ponselnya yang memang terletak tak jauh di posisinya tersebut.
Lee? gumam Cakka begitu matanya menatap layar ponsel. Sebuah panggilan dari Lee, kontak yang pernah ia terima dari Mr. Hugo beberapa hari yang lalu.
Hallo?
Apa anda ini Mr. Ken?
Ya, saya Ken. Ada apa?
Saya Lee, agen dari DeadFaster.
Oh, yayaya. Gimana tugas anda? Apa anda sudah berhasil melakukan apa yang aku mau, Mr. Lee? tanya Cakka begitu menyadari kalau Lee adalah utusan dari Hugo, ownerDeadFaster yang ia kunjungi beberapa hari yang lalu.
Untuk apalagi kalau niat Cakka datang ke sana bukan untuk melenyapkan Kimberly Siviasatu-satunya gadis penghalang bagi Cakka dan ibunya untuk mendapatkan semua harta warisan milik almarhum ayah dari gadis tersebut.
Maafkan saya mister, saya belum melakukan apa yang anda inginkan. Saya perlu waktu, karena sepertinya gadis ini mempunyai kekuatan yang sangat tidak mudah untuk dilenyapkan begitu saja.
Bodoh! Kenapa mesti mengulur waktu lagi? Hah?! Bukankah ini terlalu mudah buat anda selaku pembunuh bayaran yang sudah handal?!
Saya mengerti mister, tapi saya
Saya gak peduli! Saya ingin anda membunuh gadis sialan itu secepatnya! sontak Cakka langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Sangat tak peduli dengan Lee yang mungkin sekarang sedang kebingungan harus berbuat apa.
Sayang, tadi katanya kamu mau tidur? Kok belum tidur juga sih? Terus tadi juga aku denger kamu ngobrol sendiri,
Tadi ada orang yang telpon aku, jawab Cakka dengan memotong pembicaraan Shilla yang kini berdiri di depan cermin.
Emangnya siapa yang telpon? Mama kamu?
Bukan kok, temen kuliah. balas Cakka sambil bangkit dari tidurnya. Lantas berjalan mendekati Shilla dan memeluknya dari belakang.
Ih, sayang! Mulai deh! Gak malu apa telanjang gitu? timpal Shilla sedikit risih.
Sedangkan Cakka malah menyeringai iblis. Matanya tergoda untuk menjamah wilayah leher jenjang Shilla. Namun. . .
Eits! Tidak lagi untuk sekarang! cegah Shilla dengan memegang kepala Cakka. Lalu menuntun pria tersebut ke arah kamar mandi.
Lebih baik kamu mandi dulu, terus minum teh, terus siap-siap buat hangout entar malem, terus…”
Terus? pancing Cakka saat kata-kata Shilla terpotong.
Hmm. . . Terus apa ya? Udah ah, sana mandi dulu!
Tapi aku mau dimandiin sama kamu, sayang? rengek Cakka saat tubuhnya masih berdiri di tengah-tengah pintu kamar mandi.
Shilla pun memutar mata. Pria ini terkadang bersifat seperti anak kecil meskipun sifat aslinya tidak sama sekali baik. Cukup menggemaskan menurutnya.
Sayang kamu itu bukan anak kecil lagi.
Tapi aku mauuu…” pinta Cakka manja.
Enggak, enggak, enggak! tolak Shilla mentah-mentah.
Namun seketika Cakka menyeringai iblis untuk kedua kalinya. Dan. . .
Cakkkkkkaaaaaa. . . teriak Shilla kencang saat tubuhnya di tarik Cakka ke dalam kamar mandi dan dikuncinya cepat-cepat.

***
KIMBERLYYYYYY!!! teriak Sonya yang berhasil memecahkan gendang telinga Sivia yang sedang mengepel lantai.
Sontak membuat Sivia memutar mata seraya membuang napas jengah. Lagi asyik-asyiknya mengepel lantai sambil berdendang kecil, raungan harimau itu seakan mengusik ketenangannya.
Kiamat duabelas! tukasnya.
Kimberly, ke sini kamu!
Iya, sebentar!
Cepetan!
Iya-iya, ada apa sih?! Pakai teriak segala kaya di hutan aja. cetus Sivia sambil segera mendekati sumber suara.
Kamu ini becus gak sih kalau kerja?! Kamar Cakka kok masih berantakan kaya gini?! omel Sonya begitu Sivia sampai di tempatnya.
Oh, itu? Aku kira ada apa teriak-teriak kaya orangutan.
Kenapa ini masih berantakan? Hah?! bentak Sonya untuk kesekian kalinya di hadapan Sivia.
Jelaslah masih berantakan, orang belum aku beresin. respon Sivia santai.
Kenapa belum diberesin? Ke mana aja kamu dari tadi? tanya Sonya sekenanya. Jelas saja Sivia langsung memutar mata saat mendengarnya. Sepertinya Sonya sama sekali tidak ada ibanya sedikitpun terhadap Sivia.
Tante, tadi kan Tante sendiri yang nyuruh aku ngepel. Sekarang malah nanyain ke mana aja aku dari tadi, gimana sih? Heran deh, bela Sivia ketus.
Diem kamu! Kalau dibilangin malah ngebantah terus. Cepetan beresin kamar Cakka sekarang juga! Tante gak mau kalau Cakka sampai marah-marah gara-gara kamarnya belum diberesin. seru Sonya seenak hatinya.
Ya, lagian suruh siapa punya anak sifatnya kaya beruang gitu. umpat Sivia pelan.
Cepetaaannn!
Tapi aku kan belum kelar ngepel, Tante. tukasnya pelan dengan sedikit penekanan pada tiap-tiap kata.
Beresin ini dulu, abis itu baru terusin ngepelnya! perintah Sonya kesekian kalinya.
Gak mau ah! Hmm atau gini aja deh, aku beresin kamar Cakka, Tante yang ngepel ruang tamu. Gimana? Biar cepet selesai kan? saran Sivia asal.
Namun bodohnya, Sonya malah berpikir dan raut wajahnya seakan memberi tanda kalau ia mau menyetujui saran dari Sivia tersebut. Oh, ya udah. Sini pelannya! ucapnya.
Yes! umpat Sivia lagi. Lantas ia memberikan semua alat pelnya ke Sonya. Dan sedetik kemudian Sonya pun keluar dari kamar Cakka dengan linglungnya.
Dasar wanita bodoh! Mau aja gue kibulin. Hahaha. gumam Sivia sambil tertawa puas.
Satu, dua, tiga. . . hitunganya dalam hati begitu tak lama Sonya keluar dari kamar Cakka.
KIMBERLYYYYYY!!!
Tepat sekali!
Seperti dugaan Sivia, Sonya kinihanya dalam hitungan detik sajalangsung tersadar kalau ia sedang dikibuli anak tirinya itu. Entah siapa yang bodoh dalam kasus ini, yang jelas kepintaran saat ini memihak kepada Sivia.
Iya, apalagi sih, Tante?
Kamu mau bodohin Tante? Hah?! ketus Sonya yang kembali menukas saat tubuhnya muncul lagi di depan pintu kamar Cakka.
Lho? Kan tadi Tante sendiri yang mau? Gimana sih?!
Aaarrrggghhh kamu tuh ya!
Sivia seketika terkekeh dibuatnya. Apalagi saat melihat ekspresi wajah Sonya yang sangat bodoh itu. Sementara Sonya langsung enyah dari hadapan Sivia setelah dengan kesalnya ia membanting pelan di hadapan anak tirinya tersebut.
Anda kalah telak, wanita bodoh! ketus Sivia dengan desisan sinisnya.
Dalam sedetik, Sivia kembali membuang napas. Baru saja telinganya merasa damai dari teriakan Nenek Lampir itu, kini malah pandangan matanya yang disuguhkan dengan keadaan kamar Cakka yang super berantakan. Membuatnya menggeleng malas dan sedikit berdecak.
Ini kamar orang apa kamar setan sih? Absurd bener kelihatannya. Parah! gumam Sivia prihatin. Bahkan Sivia sampai bingung harus dari mana dulu ia memulai untuk membereskan kamar milik Cakka itu.
Hmm baiklah,

***
Di dalam duduknya, Alvin terlihat memasang wajah masam. Ternyata niatnya untuk menghubungi Mr. Ken itu tidak seperti yang ia bayangkan. Cukup menyebalkan. Padahal baru pertama kali ia mengontak client barunya tersebut, tetapinyatanya ia sudah mendapatkan cacian yang bahkan belum pernah sekalipun ia dengar selama menjadi agen DeadFaster.
Sodamn! Kalau saja bukan karena tugas terakhir dari Mr. Hugo, gue gak bakal diam saja mendapatkan cacian yang hina dari loe, Ken! Loe belum tau siapa gue sebenarnya. sinis Alvin seraya memutar ponselnya di atas kasur.
Ya, bisa aja sih gue bunuh Sivia secepatnya. Tapi sayangnya gue ingin tau lebih dulu apa konflik yang terjadi antara Sivia dan loe, Ken."
Kini, Alvin menyeringai sinis. Entah kenapa ia tergoda untuk mengetahui urusannya yang terakhir ini. Lebih tepatnya ingin mengetahui alasan client-nya ini ingin membunuh gadis bernama Kimberly Sivia tersebut.
Ini tugas gue yang terakhir, dan gue gue ingin melakukan yang berbeda dengan yang pernah gue lakukan.
Alvin pun merebahkan tubuhnya seketika. Memandang langit-langit dengan tatapan kosong. Ck! Sepertinya ini sangat menyenangkan. Yayaya mungkin dengan begini gue bakal tau kenapa orang-orang di luar sana sampai tega menyuruh pembunuh bayaran untuk membunuh orang yang belum tentu berdosa itu. Hmm baiklah, lanjutnya. Sampai ia tak sadar kalau sejak tadi pintu kamarnya sudah ada yang mengetuk berulang kali.
Kak Alvin, Angel boleh masuk gak? tanya gadis di balik pintu. Membuat Alvin segera bangkit dari ranjangnya.
Masuk aja, sayang! Gak dikunci kok. jawabnya lantang.
Lantas Angel pun masuk dengan kedua tangannya yang memegang dua buah susu kotak seraya tersenyum ke arah kakaknya. Kak Alvin mau tidur ya? Duh, maaf ya kak kalau Angel ganggu? Angel cuma mau bawain susu kotak aja kok buat kakak. ujar Angel sedikit tak enak hati.
Namun Alvin hanya membalasnya dengan senyuman. Lantas menarik gadis kecil itu ke atas pangkuannya. Gak apa-apa kok, sayang. Makasih ya? ucap Alvin cukup manis. Susu kotak yang disuguhkan Angel pun diterimanya dengan cepat.
Oh iya kak, Angel boleh tanya gak sama kak Alvin? tanya Angel.
Hmm boleh,
Beneran nih boleh? Tapi kak Alvin janji dulu ya bakal jawab jujur? pinta Angel yang cukup membuat Alvin mengernyit.
Emang Angel mau tanya apa? Iya deh kak Alvin janji bakal jawab jujur,
Janji nih?
Iya sayang, kak Alvin janji. Mau tanya apaan sih? ujar Alvin yang lantas mencubit hidung Angel pelan. Benar-benar gemas dengan sifat adik cantiknya itu.
Sementara Angel menyeringai terlebih dulu sebelum bertanya. Ngg kak Alvin kok sampai sekarang belum punya pacar sih? Emang kak Alvin gak ada yang suka ya?

Glek!

Alvin menelan ludah seketika. Dua buah pertanyaan dari Angel tersebut bahkan tidak pernah sedikitpun terpikirkan oleh Alvin sebelumnya. Lagipula apa maksudnya sang adik datang ke kamarnya dan menanyakan hal tersebut?
Hmm mesti dijawab ya? gumamnya bingung sendiri.
Wajib! Kan tadi kak Alvin udah janji sama Angel. kata Angel sambil mengangkat kepalanya ke atas demi melihat wajah Alvin.
Hmm bukannya kak Alvin gak ada yang suka sih, tapi emang kak Alvin lagi gak pengen pacaran dulu. Kak Alvin pengen fokus urusin Angel, jawab jujur Alvin dengan semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Angel yang masih duduk manis di pangkuannya itu.
Oh gitu ya, kak? Yah, padahal Angel pengen banget kalau kak Alvin itu punya pacar. Kalau gitu kan nanti Angel jadi punya kakak perempuan deh. ujar Angel seraya membayangkan apa yang sedang ia harapkan dari Alvin.
Sedangkan Alvin hanya terkekeh mendengarnya. Ya udah deh entar kakak cari pacar kalau ada waktu. Hehehe.
Hmm gimana kalau Angel aja yang cariin pacar buat kak Alvin? tawar Angel yang berhasil membuat Alvin menautkan salah satu alisnya.
Ish! Emangnya Angel tau cewek kesukaan kakak itu kaya gimana?
Gak tau! Hehehe.
Ih, dasar!
Hmm tapi menurut Angel, kak Via sepertinya cocok juga tuh buat kak Alvin. ucap Angel saat teringat sosok gadis yang memberinya cokelat siang tadi.
Alvin lagi-lagi mengernyit dibuatnya. Kak Via? Kak Via siapa? tanya Alvin kemudian. Matanya pun ia sipitkan kompak.
Itu lho kak, yang tadi siang ngasih cokelat ke Angel. jawab Angel sembari turun dari pangkuan Alvin.
Lantas Alvin pun langsung membulatkan mulutnya sambil mengangguk berulang kali. Oh, yang itu? Tapi kan kak Alvin gak tau orangnya, sayang? cetus Alvin sangsi.
Asal kak Alvin tau ya, kak Via itu orangnya cantiiiiiik banget! Udah gitu baik dan ramah pula sama Angel. Pokoknya gak nyesel deh kalau kak Alvin punya pacar kayak kak Via. jelas rinci Angel yang seakan sudah mahir betul dengan masalah percintaan orang dewasa.
Masa sih? Aduuuh adenya kakak yang ini kok paham bener sih masalah gituan? Udah ah, kamu gak boleh bahas masalah itu lagi! Kamu kan masih kecil, sayang. Mendingan sekarang kamu tidur deh, entar malem kan katanya mau ditemenin belajar matematika sama kakak? ucap Alvin sambil membelai rambut panjang Angel yang kini memamerkan gigi rapinya itu.
Oh iya ya? Hmm ya udah deh kalau gitu Angel tidur dulu. ujarnya polos sembari bergegas naik ke atas tempat tidur kakaknya dan lalu menarik selimut cepat-cepat.
Nah, gitu dong! Entar kakak bangunin deh pas waktunya Angel buat belajar. Oke?
Gadis itupun mengangguk cepat. Bibirnya melengkung, menampakan senyuman manis yang mewarnai wajah cantiknya. Lantas menarik napas, kedua kelopak matanya seakan sudah terasa berat.
Selamat tidur ya, Angel sayang! Semoga mimpi indah, ucap Alvin sembari melayangkan ciuman hangat di kening adiknya tersebut. Hal terindah yang rutin Alvin lakukan semenjak dirinya dan Angel ditinggal oleh kedua orangtuanya sepuluh tahun yang lalu.
Sejenak, Alvin memandang sendu wajah adiknya yang begitu cantik saat terlelap. Wajah itu, wajah yang selalu mengingatkan ia kepada sosok ibu tercintanya. Seorang wanita anggun yang nyawanya terenggut dengan sangat mengenaskan.
Ma,Alvin janji, Alvin bakal lindungi Angel sampai kapanpun. Dan Alvin juga janji akan membuat Angel menjadi perempuan terhebat yang pernah ada di keluarga Lee. Mama yang tenang ya di sana? ujar Alvin dengan yakinnya. Kemudian ia menarik napas cukup panjang sebelum ia melangkah pergi untuk membiarkan gadis kecil itu terlelap dengan tenangnya.

Selengkapnya...

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR Selengkapnya...

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR Selengkapnya...

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR