@guetaher_ @iamalvinjo_ @azizahsivia

Say What You Need To Say!

Rabu, 08 April 2015

Just...



Selamanya, sahabat akan tetap menjadi sahabat. Tidak akan pernah berubah menjadi kekasih, atau bahkan musuh sekalipun.

Kecuali jika Tuhan yang merubahnya.

***

            Sivia tersenyum simpul, cukup manis. Ekspresi alami yang keluar dari bibirnya tatkala ia sedang merasa bahagia seperti yang ia rasakan saat ini. Lalu menarik napas pelan-pelan. Kedua matanya berbinar saat ia selesai menempelkan sebuah foto di samping curahan hatinya yang sengaja ia tulis di sebuah buku. Buku unik berwarna merah jambu kesukaannya atau yang lebih dikenal banyak orang dengan sebutan diary book.

            Siswi kelas XII di sebuah SMA ternama di Jogja ini masih duduk-duduk manis saja di kursinya, tidak peduli dengan suasana kelasnya yang sudah kosong tanpa penghuni sejak bel istirahat berbunyi delapan menit yang lalu. Di mana anak-anak yang lain saling berebut tempat di kantin atau sekedar untuk membuang napas jengah di luar kelas, Sivia malah terlalu enjoy dengan bukunya bahkan sampai senyum-senyum sendiri seperti orang gila baru.

            "Davino Verassya. Hmm dia lagi, dia lagi. Kenapa sih selalu foto dia yang gue lihat di buku lo? Sekali-kali foto gue kek yang ditempelin di buku lo itu. Toh gue juga gak kalah keren kan dari dia? Payah lo ah!"

            Sivia kembali menarik napas ditambah dengan kedua matanya yang berputar. Lantas berdecak. Rasanya cukup jengah tentu saja saat mendengar sebuah ucapan menyebalkan yang baru saja masuk ke dalam telinganya. Ucapan dengan inti yang sama yang selalu ia dengar enam bulan terakhir ini. Sejak pertama kali Sivia mengenal sosok Rassya lebih jelasnya. Anak kelas X ter-catchy yang pernah Sivia ketahui selama hidupnya. Dan anak kelas X yang menyadarkan Sivia kalau cinta itu tak bisa lagi memandang usia.

            Lalu ia menengok dengan lirikan yang cukup sinis ke arah seseorang tadi. "Ini kan buku gue, jadi ya terserah gue dong mau nempelin foto siapa? Lagian kenapa sih hidup lo protes mulu bisanya? Heran deh!" sungutnya.

            Setelah bersungut ria, Sivia pun menggeser duduknya.Tentunya untuk memberi tempat duduk kepada cowok yang tadi tiba-tiba datang dan berkata dengan super percaya dirinya itu. Kenzio Alvin. Anak kelas tetangga sekaligus sebagai sahabat terdekat Sivia saat ini. Ralat! Sejak PAUD lebih tepatnya.

            Cowok yang akrab dipanggil Alvin itu kini duduk di samping Sivia. Tatapannya terlampau jelas menerkam ke arah wajah gadis berpipi tebal tersebut. Meskipun begitu, Sivia tetap masa bodoh dengan kembali beralih memandangi foto yang ada di bukunya itu.

            Alvin berdesis, "Bukannya protes sih, ya gue cuman sirik aja gitu sama tuh anak. Seumur-umur gue belum pernah tuh lihat lo nempelin foto gue atau apa gitu di buku lo. Iya kan?" umpatnya kemudian.

            "Gila aja bro, rajin amat gue nempelin foto lo. Kaya gak ada kerjaan lain aja." cetus Sivia tajam.

            Sedetik, sebelum Sivia sempat menarik napas di akhir kalimatnya, Alvin sudah mendaratkan kepalan tangannya di ubun-ubun gadis tersebut.

            "Alvin, sakit tau!" rintih cewek itu saat merasakan jitakan keras di kepalanya.

            "Suruh siapa lo kejem bener sama gue? Huh!" gerutu Alvin kemudian. Kali ini ia beralih menyenggol kasar pundak Sivia.

            "Ish! Lo tuh ya kalau jadi cowok gak ada lembut-lembutnya amat sih sama cewek? Ngeselin!"

            Alvin menyeringai, "Kalau gak ngeselin ya bukan Kenzio Alvin namanya." lalu tertawa tidak jelas.

            "Udah ah sana jauh-jauh dari gue! Huusss!!!"

            "Gak mau." tolak Alvin yang kemudian dengan sengaja menggeserkan duduknya secara cepat. Membuat Sivia semakin terpepet ke dinding dekat mejanya.

            "Alviiiiiinnn ih!"

            "Kenapa sih?"

            "Iseng banget lo jadi orang!" respon Sivia dengan mendorong balik tubuh Alvin. "Emangnya lo mau ngapain sih ke sini? Kangen sama gue?" tanyanya kemudian.

            Dan bukannya menjawab pertanyaan dari sahabatnya tersebut, Alvin malah mengeluarkan tatapan skeptisnya yang seakan bilang pede-bener-lo-jadi-orang.

            "Tau kok gue emang ngangenin. Tapi plis ya, siang ini gue lagi gak mood buat ngapa-ngapain. Lagi pengen sendiri juga sih. Jadi lebih baik lo cari pelampiasan ke yang lain aja," ujar Sivia sekenanya.

            Alvin semakin kerap mengerutkan dahinya saat mendengar itu. Lalu memutar mata seraya membuang napas jengah. "Gak usah sok bad mood bad mood-an kaya anak alay gitu deh! Ikut gue yuk, boring nih."

            "ALVIIIIIINNN!!!"

            Mereka berdua keluar kelas dengan segera. Di mana salah satu dari mereka yang terpaksa ikut keluar karena ditarik tangannya kuat-kuat. Dan selebihnya Sivia hanya pasrah meski dengan sesekali mulutnya mencibir hebat ke arah Alvin. Toh buktinya Alvin tetap tak menggubris seperti biasa.

***

            Davino Verassya -atau yang lebih akrab dipanggil Rassya itu- berjalan cukup santai di koridor menuju kantin. Tangannya memegang sebuah benda kecil berwarna biru yang sesekali ia lempar-lemparkan ke atas dengan jarak dekat. Sesekali juga ia tersenyum tentu saja. Berusaha menyapa teman-teman yang dikenalinya saat bertemu di jalan.

            Dan seketika saja langkahnya terhenti di dekat penjual softdrinksebelum akhirnya kedua mata Rassya menangkapsatu sosok orang yang memang menjadi tujuan utamanya ia datang ke kantin. Tepat setelah sebelumnya ia mengunjungi kelas dariseseorang tersebut yang hasilnya malah memaksa Rassya untukdatang ke tempat yang saat ini ia jejaki. Kantin ramah lingkungan yang dimiliki sekolahnya.

            Perlahan, Rassya kembali melangkahkan kakinya dengan antusias. "Hai, kak Alvin!" sapanya kemudian.Ternyata Rassya mencari Alvin, selaku teman baik dari kakak kandungnya yang kebetulan saat ini izin untuk tidak masuk sekolah karena suatu hal.

            Mendengar itu, Alvin yang sedang berkutat dengan ponsel dan makanan ringan di sekitarnya, refleks saja menengok ke arah sumber suara tadi. Ia langsung mendapati Rassya yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Setengah meter di belakang Sivia yang memang saat itu juga duduk semeja di depan Alvin.Maka Sivia pun ikut menengok ke arah Rassya.

            "Rassya???" ujar Sivia sumringah. Bahkan langsung berdiri menghadap Rassya saking senangnya melihat cowok tersebut begitu dekat di depannya.

            "Hai, kak Sivia!" sapa Rassya manis.

            "Hai juga, Rassya! Oh iya, sini sini duduk di sebelah kakak." sambut Sivia yang entah kenapa terkesan heboh menurut Alvin yang terlihat berkali-kali memutar mataseraya membuang napas.

            "Iya kak, makasih."ujar Rassya yang sedikit bingung sendiri melihat kehebohan Sivia. Ia langsung duduk dengan memasang wajah polosnya seketika.

            "Oh iya, kamu mau pesen apa?" tawar Sivia antusias.

            "Gak usahkak, makasih. Kebetulan aku lagi gak laper nih.Tohniat aku jugake sini bukan buat makan kok,tapi..."

            "Tapi apa? Oh... Mau cari kak Sivia ya? Emang ada perlu apa sih sama kakak? Jadi gak enak nih sampai disusul segala ke kantin,"kata Sivia saat memotong begitu saja kalimat dari Rassya.

            Rassya hanya tersenyum meresponnya. Tapi sepertinya tidak dengan Alvin, ia seakan ingin muntah begitu mendengar ucapan Sivia yang overdosis banget. Entah kesurupan makhluk semacam apa yang membuat sahabatnya berperilaku seperti alien itu. Tuh anak udah bener-bener gak waras!Rutuk Alvin.

            "Bukan nyari kak Sivia kok. Aku ke sini nyari kak Alvin, mau ngasih ini." ujar Rassya dengan menyodorkan benda yang dipegangnya sejak awal. "Tadi pagi kak Cakka nitip ini sama aku, katanya suruh kasihin ke kak Alvin. Soalnya hari ini kak Cakka gak masuk. Nih kak." lanjut Rassya.

            Alvin langsung menerima benda itu dari tangan Rassya. Sebuah flashdisk yang tiga hari lalu dipinjam Cakka -teman sebangkunya- untuk mengkopi tugas mingguan dari guru Bahasa. Alvin lantas menatap benda itu sekilas dan kembali menatap Rassya setelahnya."Thanks, Sya." ucap Alvin.

            "Iya, kak. Makasih juga udah dipinjemin kata kak Cakka." balas Rassya ramah. Alvin tersenyum dan mengangguk.

            "Salam ya buat Cakka. Semoga cepet pulih dan bisa masuk sekolah lagi."

            "Siap! Makasih, kak. Kalau gitu aku pamit ke kelas dulu ya? Maaf tadi udah ganggu waktu kalian."

            "Yoi... woles aja kali, Sya." ujar Alvin santai.

            "Kak Sivia, aku duluan ya?" pamit Rassya ke Sivia. Lalu pergi begitu saja saat Sivia sekedar mengangguk meresponnya.

            "HAHAHAHAHAHAHA!!!"

            "Kenapa lo ketawa?"

            "HAHAHAHAHAHAHA!!!" ulah Alvin dengan menunjuk-nunjuk wajah Sivia berkali-kali. Tanpa lepas dari tertawanya yang tak henti-henti. "Kalau gue jadi lo, mendingan gue milih pura-pura amnesia terus langsung pergi dari sini ketimbang harus berubah jadi kutil monyet kaya tadi. Hahaha. Emang enak digituin sama doi? Hahaha." ledeknya.

            Sivia menekuk wajah. Sepertinya Alvin tau benar apa yang dirasakan Sivia saat ini. Kikuk dan super malu begitu Rassya mematahkan secara lembut akan kepercayaan diri dari Sivia tadi. Ralat! Keagresifan lebih tepatnya. Lalu ia mencibir ketus,"Nyebelin lo!"

            "Lagian lo jadi orang jangan terlalu murahan gitu kenapa? Malu kan kalau sampai gak direspon sama doi kaya tadi? Hahaha."

            "Sialan lo, Vin! Tadi gue bukannya murahan, gue cuma kelewat seneng aja lihat tuh anak ada di deket gue, sampai bingung sendiri harus ngapain." bela Sivia sembari melampiaskan rasa malunya kepada kertas menu yang ada di depannya yang sudah tak berbentuk saat ini.

            "Oh ya? Jadi lo kalau lagi kelewat seneng langsung berubah kaya tadi gitu ya? Idih najis banget gue punya sahabat yang perilakunya macam alien pluto gitu." ucap Alvin bergidik.

            "Alvin, plis deh! Tadi itu bukan gue yang sebenernya. Udah ah, gak usah dibahas!"

            "Hahaha."

            "ALVIN!" bentak Sivia yang mulai melotot tak jelas. Dan tentu saja itulah salah satu jurus andalan dari Sivia yang paling Alvin takutkan dari cewek tersebut.

            Menurutnya, kalau Sivia sudah melotot seperti ini, semua jenis predator yang ada di film-film barat itu seakan-akan berkumpul dan bersatu menjadi sosok Sivia yang menyeramkan. Sama halnya dengan apabila terjadiperkawinan antara boneka Chucky dan Annabelle, maka sosok Sivia lah yang akan menjadi anaknya. Atau bahkan lebih menyeramkan lagi dari itu semua.Begitulah pemikiran Alvin saat mengetahui Sivia sudah marah.

            "Ya udah gue diem nih."kata Alvin meski masih kentara menahan tawanya.

            Cewek tersebut memutar mata. "Emang si Cakka sakit apa sih?" tanyanya lantas. Seakan baru terpikirkan sosok Cakka yang biasanya -meskipun tanpa ia duga- selalu ikut nimbrung saat dirinya sedang makan berdua dengan Alvin. Atau selalu menjadi orang pertama yang Sivia cari untuk mengorek lebih dalam lagi tentang adik kandungnya, Rassya.

            "Ya, gak jauh-jauh dari demam lah pokoknya. Atau enggak maagnya kumat." balas Alvin yang seakan hafal betul penyakit rutin yang Cakka derita kalau ia tidak masuk sekolah-selain ada keperluan keluarga.

            "Oh gitu. Pulang sekolah jenguk yuk?" ajak Sivia refleks. Alvin yang tadi kembali sibuk dengan ponselnya, refleks juga langsung menggeleng tanpa beralih dari kesibukannya itu."Lho, kenapa? Masa lo gak mau jenguk temen lo sendiri sih?" tanya Sivia heran.

            "Lo mau jenguk Cakka apa mau ketemu Rassya?"

            Sebuah pertanyaan yang keluar dari mulut Alvin tersebut cukup membuat Sivia terpaksa menelan ludah. Lagi-lagi Alvin selalu bisa menebak apa yang ada di pikiran Sivia. Sementara Alvin terlalu masa bodoh dengan ekspresi dari sahabatnya sekarang, ia malah tetap fokus menatap layar ponselnya. Menjelajahi dunia game yang banyak tersedia di dalamnya.

            "Ya itung-itung aja sambil menyelam minum air, Vin. Ye kan?"kata Sivia sembari bangkit dari duduknya. Kemudian berkemas membereskan barang-barang miliknya dari atas meja.

            "Terserah lo lah." balas Alvin datar. Ia ikut bangkit dan berkemas untuk kembali ke kelas setelah bel masuk berbunyi untuk kedua kalinya.

***

            "Vinoooooo!!! Udah dong ah, udah! Geliiiiii... Vino, ih! Vinoooooo!!!" teriak seorang cewek berambut panjang dengan poni miringnyacukup heboh.

            "Hahaha. Bodo! Suruh siapa kamu duluan tadi yang gelitikin aku. Rasain nih pembalasanku!" ujar si cowok yang semakin menjadi-jadi dalam mengerjai si cewek dengan menggelitiki area tubuh sensitifnya.

            Sore itu, di sebuah taman depan rumahnyayang cukup luas dan sejuk, Rassya bercanda ria dengan salah seorang sahabat kecilnya yang sudah beranjak dewasa. Katya Sabrina -atau yang lebih akrab dipanggil Keyoleh Rassya sejak kecil.

            Katya adalah satu-satunya cewek yang paling dekat dengan Rassya saat ini. Selain karena rumah mereka yang berdekatan, selain karena orangtua mereka yang bersahabat sejak muda, dan selain karena mereka selalu saja sekelassedari SD kecuali pas SMA,tetapi bukan itu alasankenapa Katya lah satu-satunya cewek yang paling dekat dengan Rassya.

            Melainkan karena mereka berdua saling memiliki rasa satu sama lain. Bukan sekedar sahabat, dan bukan juga sekedar teman dekat semasa kecil. Tetapi lebih dari adanya rasa nyaman dan saling membutuhkan satu sama lain. Kesimpulan, Rassya maupun Katya saling suka sejak mereka menyadari adanya getaran tak biasa di dada masing-masing tatkala mereka sedang berdua. Tepatnya sejak mereka duduk di kelas VIII satu setengah tahun yang lalu.

            Dan beruntungnya, Rassya -atau Vino yang sering Katya panggil- sudah mengungkapkan perasaannya kepada Katya meski si cewek tersebut belum menjawabnya sampai sekarang. Lima hari yang lalu tepatnya Rassya menembak Katya.

            "Vino, udah dong! Aku ngambek nih?" pinta dan ancam Katya seketika.

            Mendengar ultimatum itu, Rassya kontan berhenti melakukan aksi jahilnya. Ia lantas terduduk di atas rerumputan bersamaan dengandipeluknyatubuh cewek tersebut dari belakang. Kemudian tertawa lepas meskipun kadang terhalang helaan napas yang memburu mereka.

            "Kamu jail banget sih jadi orang, geli tau!" adu Katya yang langsung pindah dari pangkuan Rassya dengan duduk di samping kirinya.

            Rassya terkekeh geli. Lucu sendiri melihat ekspresi kesal dari Katya ini. Terkesan wajahnya terlihat lebih cantik dari yang biasa Rassya lihat. Apalagi kalau sedang merengut seperti sekarang. Sofunny.

            "Iya deh maaf. Tadi kan cuma becanda doang. Lagian kamu juga sih yang duluan." ucap Rassya sambil menyenggol pelan tubuh mungil Katya.

            Katya mendengus, "Ya aku juga becanda doang tadi." belanya.

            "Ya udah, berarti kita impas." balas Rassya dengan sedikit memainkan lirikan matanya yang cukup menerbangkan hati itu.

            "Oke," kata Katya sedikit berpaling wajah. Ia tidak mau harus kehabisan napas kalau sampai lama-lama menerima paksa tusukan tajam yang diberikan Rassya lewat tatapannya.

            "Key?"

            Katya refleks menengok. Ia menjawab panggilan Rassya dengan sebuah ekspresi saja tanpa suara. Namun, bukannya menjelaskan apa maksud dari panggilannya tadi,Rassya malah kembali terdiam, matanya entah kenapa cepat-cepat berpaling dari wajah cewek tersebut.Membuat kening Katya berkerut cukup kerap. Aneh.

            "Sampai sekarang apakamu masih belum bisamenjawab perasaan aku, Key?" tanya Rassya setelah cukup lama mereka berdua menghening.

            Kali ini Katya menelan ludahnya hebat. PrediksiKatya sendiri bahwa Rassya akan menagihjawabanatas ungkapan cintanya itu memang benar terjadi hari ini. Dan sialnya, Katya masih belum siap untuk menjawab -bahkan terpikirkan pun tidak. Maka dari itu rasa gelisah pun tiba-tiba menjalar di tubuh mungilnya.

            "Aku..." ucapnya ragu. Sekilas, ia dapat melihat siluet wajah samping Rassya dari sudut tersisi matanya. Untuk kali ini Katya tidak mampu menatap wajah Rassya sedetikpun.

            "Aku gak bisa bilang kata lain selain kata iya. Aku mau jadi pacar kamu, Vino." jawab Katya lancar. Entah kerasukan setan apa sampai ia bisa berbicara selancar itu.

            "Seriously?" dan dengan yakin Katya mengangguk. Kemudian tersenyum. Dansetelahnya, Katya hanya merasakan satu pelukan hangat yang menjalar di tubuhnya. Pelukan perdana dariRassya setelah resmi sebagai pacar.

            Di sisi lain, ada seseorang yang menggeleng tak suka saat melihat Rassya memeluk mesra Katya.Tepatnya seseorang yang baru saja datang dan langsung mendapati pemandangan yang cukup dibilang menyayat hati itu.

            "Bawa gue pulang sekarang juga, Vin!" ujarnya ketus.

            "Lho?"

***

            Sivia melempar kerikil-kerikil yang berada di sekitarnya ke tengah danau. Kesal. Marah. Gundah. Galau.Pokoknya perasaan Sivia saat itu benar-benar campur aduk. Tak bisa digambarkan lagi oleh kata-kata sepertinya. Juga tak peduli dengan seseorang yang sejak tadi mencibir tak jelas di belakangnya. Malah ia tetap fokus menatap lurus ke arah tengah danau. Membiarkan seseorang itu mencibir dengan sendirinya tanpaada niat sedikitpun untuk diladeni olehnya.

            Merasa cibirannya tak dianggap, Alvin -seseorang tersebut tentu saja- langsungmengambil langkah pelan mendekati Sivia. Ia duduk di samping gadis tersebut dengan kedua tangan yang ia sanggakan ke belakang, lalu menarik napas serileksnya. Entah harus bicara apa lagi dengan cewek menyebalkan yang ada di sampingnya itu. Kalau sudah begini, Sivia terlihat seperti anak kecil yang otomatis membuat Alvin harus bisa berusaha keras menenangkannya.

            "Ngapain lo lihat-lihat gue kaya gitu hah?!" terka Sivia ketus.

            Glek! Belum hampir dua detik Alvin selesai menghela napas seraya memandangi Sivia dari samping, tiba-tiba saja ia langsung ditusuk dengan pertanyaan yang menyebalkan. Kontan saja membuat kening Alvin dibuat mengkerutsangat kerap detik itu juga.Sesaat ia memicingkan matanya heran, lantas bergidik mengerikan.

            "Dih siapa juga yang lagi lihatin lo? Plis deh gak usah sok kepedean gitu!"timpal Alvin dengan nada sinisnya.

            "Lah itu tadi ngapain?" ujar Sivia dibarengi decakan jengah di akhir kalimatnya.

            Alvin kini tertawa kecil. Gemas dengan sahabatnya yang satu ini. Kemudian menoyor kepala Sivia cukup keras yang otomatis langsung merubah ekspresi wajah gadis tersebut menjadi lebih seram. Ekspresi alami Sivia yang rautnya terinspirasi dengan perpaduan antara ekspresi marah bonekaChucky dan boneka Annabelle.

            "Rese banget sih lo!" ketus Sivia jengah.

            Alvin kembali tertawa, kali ini terkesan singkat dan cukup diakhiri dengan tarikan napasnya saja. Entah kenapa rasanya geli sendiri melihat seorang Sivia berperilaku aneh macam alien seperti saat ini. Atau lebih tepatnya karena memang Alvin baru mengetahui tingkah laku Sivia disaat galau atau patah hati dan semacamnya.

            "Lo cemburu lihat Rassya sama cewek tadi pelukan?" tanya Alvin polos. Lebih terkesan bodoh sih sebenarnya. Hingga Sivia refleks melemparkan kerikil terakhir yang ia pegang ke tengah danau.

            "Bukan cemburu lagi, tapi gue benci! Gue benci sama Rassya!Rassya bener-bener gak peka! Kenapa sih dia lebih milih cewek itu daripada gue? Plis deh cantikan juga gue ketimbang cewek tadimah. Ye kan, Vin?" gerutu Sivia asal.

            Alvin lagi-lagi sempat tertawa, namun hal itu langsung direm begitu Sivia menatapnya seakan-akan meminta persetujuan dari Alvin. Kontan Alvin mengangguk sekenanya.

            "Ya kali kalau si Rassya matanya minus duapuluh. Hahaha."

            "ALVIN!"

            "Apaan?"

            "Nyebelin lo!"

            "Hahaha. Udahlah, kenapa sih galau-galau gak jelas kaya anak alay gitu? Mungkin si Rassya emang bukan jodoh lo kali. Terima aja kali, Vi. Toh masih ada gue kan? Lebih cakep pula. Hehe." kata Alvin seraya menaik-turunkan alisnya.

            Sivia bergidik, "Najis lo!Mendingan gue pacaran sama kambing dah kalau gitu."

            "Hahaha. Sialan lo! Hmm... Tapi faktanya gue emang lebih ganteng kan dari Rassya?"

            "Whatever lah! Pokoknya gue bener-benergak rela kalau si Rassya udah taken! Gue masih gak ikhlas sejuta persen. GAK IKHLAS!!! Ngerti?" dumal Sivia kini.

            Namun belum saja Sivia menarik napas untuk keduakalinya, secara spontan ia merasakan kepalanya dipegang erat oleh seseorang yang sejak tadi di sampingnya. Sivia pun super kaget begitu kedua buah bibirnya seketika saja terkunci oleh bibir Alvin. Lembut. Lembab. Dan cukup hangat. Lantas ia melotot tak percaya.

            "Gue cinta sama lo."

***

            "Vi, gue mau ngomong sesuatu sama lo." ujar Alvin saat istirahat sekolah tiba.

            Sivia yang baru saja selesai membereskan buku-buku pelajarannya kontan mendongak. Kemudian acuh begitu ia tau kalau yang ia lihat adalah Alvin. Tangannya kembali pura-pura sibuk menyentuh apa saja yang ada di sekitarnya.

            "Soal kejadian kemaren," sambung Alvin ragu.Sivia kontan terdiam, pergerakannya seakan terpaku saat Alvin kembali bicara."Gue... Gue bener-bener gak sadar kemaren, gue nyesel. Gue mau minta maaf sama lo, Vi. Lo mau kan maafin gue? Please."

            "Lupain aja."

            "Please, gue nyesel. Gue ngerasa kalau gue udah berlaku kurang ajar sama lo, gue brengsek!"

            "Udah?" ucap Sivia dengan tatapan malasnya. Saat ini sepertinya Sivia masih belum ingin menghabiskan waktu istirahatnya hanya dengan mengobrol masalah tak penting dengan Alvin.

            "Sivia," lirih Alvin mulai jenuh melihat sikap Sivia yang acuh padanya.

            Lagipula wajar saja Sivia acuh pada Alvin,toh suruh siapa juga Alvin berani-beraninya mencium bibir Sivia saat kondisi hati gadis tersebut sedang kesal. Gadis mana yang tidak marah kalau diperlakukan seperti itu oleh sahabatnya. Mungkin.

            "Gue benci lihat muka lo!" timpal Sivia sembari beranjak pergi dari tempat duduknya.

            "Tapi asal lo tau..."

            Sivia terhenti, mencobamenunggu kelanjutan kalimat Alvin yang terpotong sebelum ia keluar meninggalkan sahabatnya sendiri.

            "...gue bener-bener cinta sama lo, Vi. Maaf kalau gue udah lancang, gue cuma mau ngungkapin sesuatu yang memang gue rasain selama ini."sambung Alvin dengan memandang punggung Sivia yang berdiri empat langkah di depannya.

            Alih-alih menunggu Sivia merespon, ia malah dibuat menarik napas panjang karena faktanya Sivia langsung menghentakan langkahnya kembali tanpa mengeluarkan kata-kata sedikitpun. Menggenapkan rasa sesal yang mengendap di hati Alvin saat itu.

***

            Istirahat kali ini suasana kantin terlihat ramai dan cukup padat. Setiap sudutnya sudah terisi oleh berbagai gerombolan siswa daripuluhan kelas yang ada di sekolah tersebut. Hampir tidak ada satupun penjual makanan yang terlihat sepi. Masing-masing sama rata, seperti sudah memiliki pelanggan tetap.

            Di tengah-tengah keramaian, Sivia duduk termenung di pojokan kantin. Sendiri. Matanya menatap kosong ke satu titik. Sama sekali tidak terbawa aruskeadaan sekitarnya yang cukup ramai. Di mana teman-temannya begitu heboh saat berbagi cerita di sebelah mejanya. Sivia malah tetap masa bodoh.

            "Ehem! Aku perhatiin dari tadi kok kak Sivia ngelamun mulu sih? Ada masalah ya? Bisa dong cerita-cerita," bilang seseorang sesaat setelah dirinya duduk di samping Sivia.

            Sivia sempat melirik namun ia segera menarik sudut matanya ke semula setelah ia tau siapa yang duduk di sampingnya. Siapa lagi kalau bukan cowok yang kemarin sudah membuat hatinya pecah berantakan Rassya. Rassya melengkungkan bibirnya manis, menampakan lesung pipinya yang ganjil di sebelah kiri.

            "Karena kebetulan hari ini aku lagi seneng banget, terus kak Sivia juga kelihatannya lagi sedih gitu, gimana kalau aku traktir kak Sivia makan? Sepuasnya deh. Biar kak Sivia gak ngelamun-ngelamun lagi kaya tadi, mau ya kak?" tawar Rassya seraya menundukan kepalanya. Berusaha menatap wajah Sivia yang seakan enggan menatap wajahnya.

            "Gak usah, gue lagi gak nafsu makan. Mendingan lo pergidari sini deh, gue lagi pengen sendiri." tolak dan usir Sivia malas.

            "Oh, ya udah deh. Tapi kak Sivia lagi gak kenapa-kenapa kan? Atau, lagiada masalah? Cerita dong kak, siapa tau aku bisa bantu." pinta Rassya pelan.

            Sedetik, Sivia membuang napas. Lalu ia kembali melirik Rassya dengan sangat tajam. "Gue bilang gue lagi pengen sendiri. Lo denger gak sih?!" tukasnya.

            "Maaf kak, Rassya cuman mau..."

            "Lo yang pergi dari sini atau gue yang pergi?"

            Rassya menelan ludahnya kuat-kuat. Niat awalnya untuk menghibur Sivia yang terlihat murung itu gagal total. Bahkan sekarang Rassya yang jadi sasaran kekesalan Sivia yang ia sendiri belum tau penyebabnya apa.

            "Aku minta maaf kalau aku udah ganggu kakak. Permisi." pamit Rassya sebelum akhirnya ia melenggang pergi daritempat tersebut.

            "Maafin gue, Sya..."

***

            Alvin duduk di sebuah jempatan terpotong yang menjurus ke tengah danau. Kedua kakinya ia celupkan ke dalam air seraya berayun pelan. Sore itu ia masih belum mau berbicara sepatah katapun -juga karena lawan bicaranya yang masih saja betah membisu. Sivia.

            Sama. Sivia melakukan hal yang sama dengan Alvin, hanya saja gadis tersebut duduk berlawanan arah dengan cowok berambut basah sekaligus acak-acakan karena memang baru selesai latihan futsal satu jam yang lalu. Ia terpaksa ikut ke danau karena ajakan dari Sivia.

            Namun, meskipun Sivia sendiri yang mengajak ke danau, tapi entah kenapa gadis tersebut belum juga angkat bicara -atau setidaknya memberi tau apa tujuan awalnya ia mengajak Alvin ke sana. Ke tempat yang sudah menjadi saksi bisu akan persahabatan mereka yang hampir terjalin lama itu.

            "Lo masih marah sama gue, Vi?" tanya Alvin perdana. Sebuah pertanyaan yang akhirnya harus keluar juga dari mulut cowok tersebut. Tatapannya masih tertuju pada riak air yang ia buat sendiri dengan ayunan kakinya.

            Bukannya menjawab, Sivia malah membuang napasnya yang jelas terdengar oleh Alvin. Entah permainan apa yang sedang Sivia gunakan agar Alvin seperti terlihat orang yang selalu merasa bersalah. Faktanya sudah hampir empat hari mereka berdua saling diam, tak pernah terlihat lagi adanya canda tawa atau sekedar berdialog antara mereka. Ralat! Sebenarnya Alvinsudah sangat seringberusaha untuk bicara dengan Sivia, namun sikap Sivia yang selalu acuh itu membuat Alvin kewalahan dan sedikit menyerah.

            "Gue beneran gak bisa berbuat apa-apalagi selain meminta maaf sama lo. Gue minta maaf. Gue bener-bener nyesel." lanjut Alvin.

            Sivia tetap diam. Sepertinya ia membiarkan terlebih dulu untuk Alvin mengeluarkan kata-katanya. Dan begitupun Alvin yang yakin kalau Sivia tidak hanya sekedar diam saat itu. Melainkan menyimak tanpa merespon ucapannya yang membuat dirinya semakin semangat untuk mengeluarkan unek-unek di hatinya.

            "Kalauemang rasa yang ada di hati guemembuat lo menjauh sepertiini, mungkin lebih baik gue buang jauh-jauh rasa itu di hati gue, Vi. Gue gak pantes jatuh cinta sama sahabat gue sendiri." ujar Alvin masih dalam keadaan sama seperti semula, memunggungi Sivia.

            "Gue masih butuh lo di setiap detik gue, Vi. Mau ya maafin gue? Gue gak kuat diem-dieman mulu sama lo."

            Sekilas, Alvin menengok ke arah Sivia. Matanya penuh harap kalau Sivia mau memberi maaf padanya. Sementara Sivia tetap fokus dengan kegiatannya mengaduk-aduk dengan kedua kaki mungilnya.

            "Empat hari yang lalu lo udah ambil first kissgue, terus sekarang lo bilang kalau lo masih mau bersahabat sama gue? Hanya bersahabat? Apa gak ada yang lebih berengsek lagi dari itu, Vin?" ucap Sivia pada akhirnya.

            Sementara Alvin saat mendengar itu, ia langsung menelan ludahnya kuat-kuat. Apa maksud dari ucapan Sivia tersebut menurut Alvin. Maka Alvin mengernyit saat itu juga.

            "Maksud lo?"

            "Gak penting. Gue udah maafin lo kok. Tapi maaf, gue gak bisa jadi sahabat lo lagi." balas Sivia datar. Kemudian ia bangkit dari duduknya dan melangkah ke ujung jembatan. Ia berdiri seraya memejamkan mata di sana.

            "Kenapa?" tanya Alvin yang ikut bangun dan mendekat ke arah Sivia.Dan dari arah samping, Alvin dapat dengan jelas memandang wajah cantik Sivia. Rambutnya sedikit berkibar karena tertiup angin.

            "Gue gak bisa." jawabnya.

            "Kenapa gak bisa?" tanya Alvin untuk kedua kalinya.

           Sivia refleks membuka matanya, "Ya kalau gue bilang gak bisa ya gak bisa. Kaya wartawan aja lo nanya mulu. Heran deh."

            "Ya lagian alesan lo gak jelas gitu. Gimana sih? Lagipula kita sahabatan udah lama banget, dari orok, masa cuma gara-gara masalah ini lo gak mau lagi jadi sahabat gue sih?" heran Alvin mulai bingung.

            "Emang gue pikirin? Toh lo yang mulai duluan kan?"

            Alvin membuang napas, "Jangan gitu dong, Vi. Masa lo tega sih sama persahabatan kita?"

            "Yang tega itu sebenernya gue atau lo?" sekilas, Sivia memutar matanya jengah.

            "Tapi kan gue udah minta maaf sama lo. Ayolah, Vi! Pliiiiisssss..." pinta Alvin seraya mengatupkan kedua telapak tangannya di depan wajah.

            "Hmm... Oke. Lo beneran mau sahabatan lagi sama gue?" tanya Sivia yang refleks diangguki oleh Alvin. "Ada syaratnya."

            "Kenapa harus ada syarat?" protes Alvin.

            "Mau jadi sahabat aku lagi gak sih? Kalau gak mau ya udah. Gampang kan?" ucap Sivia sedikit ketus.

            "Iya-iya,gak bisa nyantaibanget sih lo. Kasih tau apa syaratnya?" balas Alvin ikut ketus.

            Sesaat, Sivia terlihat berpikir sembari matanya meneliti secara jeli tubuh Alvin dari atas sampai bawah dan sebaliknya. Sampai akhirnya ia menemukan ide gila yang secara spontan muncul dari otaknya.

            "Coba lo tutup mata dulu." pinta Sivia. Di sana Alvin sempat mengernyit meskipun ujung-ujungnya ia mau melakukan apa yang Sivia pinta tadi.

            "Nih gue udah tutup mata. Sekarang ngapain lagi?" tanya Alvin pelan.

            Sementara Sivia tak lantas menjawab, ia hanya tersenyumjahilsaja meresponnya. Lalu dengan sangat hati-hati gadis tersebut meraih kedua tangan Alvin untuk ia letakkan di pinggangnya. Membuat raut wajah Alvinberubahbingung. Lo mau ngapain sih?
           
            Tidak sampai di situ saja Alvin dibuat bingung, sekarang tambah dibuat bingung lagi saat kedua tangan Sivia menutup kedua telinganya perlahan. Alvin sempat ingin bertanya, namun niatnya itu ia urungkan begitu ia -sepertinya- sudah menyadari apa yang hendak Sivia lakukan detik itu. Saat Sivia dengan frontalnya melumat kedua bibir tipis berwarna merah muda milik Alvin.

            Syok. Perasaan Alvin saat itu benar-benar tidak bisa digambarkan oleh apapun. Jantung dan paru-parunya seakan tidak lagi berfungsi seperti biasanya. Lutut pun terasa lemas ditambah asupan udara yang tersumbat membuat Alvin kewalahan. Dan ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain melotot, menahan napas, dan menikmati serta dengan terpaksa mengikutiaturan main yang sedang diberikan Sivia detik ini.

            Satu menit berlalu. Bibir Sivia dan bibir Alvin yang saling berpagutan pun akhirnya terlepas begitu saja. "Skor kita satu sama."ucap Sivia pelan sambil diiringi senyum khasnya.

            Karena masih sangat tidak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya, Alvinbelum bisa bereaksi sewajarnya. Ia hanya memandangi wajah Sivia tanpa berkedip sekali pun. Itu tadi beneran Sivia? Astaga!

            "Jadi mulai sekarang kita resmi sahabatan lagi. Hmm... Eh, pacar juga boleh deh." sambung Sivia seraya terkekeh kecil. Lantas melepaskan tangan Alvin yang masih menempel di pinggangnya. Setelah itu ia melenggang pergi meninggalkan Alvin sendirian di ujung jembatan.

            Sejauh ini Alvin masih tak merespon. Atau sepertinya Alvin bingung sendiri harus bereaksi seperti apa sekarang ini. Senang kah? Atau malah sebaliknya? Entahlah. Yang jelas saat ini Alvin hanya bisa menyentuh bibirnya tak percaya.

            "Sivia cium bibir gue?" gumamnya.

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar