The Viagers adalah sebuah geng yang cukup
disegani di Kampus Dirgantara. Gengnya yang terdiri dari dua orang
cewek-cewek cantik tetapi macho tersebut memang tidak usah diragukan
lagi dalam hal tawuran, berantem, gulat dan sebangsanya. Sebagai preman
pembela kebenaran, mereka merupakan idola baru bagi cewek-cewek di
kampusnya. Visinya yang berbunyi “Cowok brengsek harus lenyap di muka
bumi ini!” tersebut memberi napas lega bagi korban cowok-cowok brengsek
yang sering terjadi di kampus mereka. Keren, kan?!
Dilihat
dari segi fisik, mereka berdua gak sama sekali mempunyai tampang
preman. Kedua anggota The Viagers itu bernama Via dan Agni. Via,
wajahnya yang baby face dan lekuk tubuhnya yang bisa dibilang
montok itu jauh sekali untuk bisa masuk dalam kategori “preman”.
Sedangkan Agni, walaupun postur tubuhnya memadai untuk menjadi preman,
namun tetap saja wajah dan senyumnya yang manis itu belum pantas masuk
kategori preman tersebut. Apalagi bagi orang yang belum kenal dekat
dengan mereka. Hanya saja yang membedakan mereka dengan cewek lainnya
adalah cara berdandannya. The Viagers tidak menomorsatukan fashion. Cara berpakaian mereka sangat simple, cukup memakai kaus oblong dan dirangkap dengan kemeja kotak-kotak berlengan pendek serta celana jeans yang robek-robek dibagian lututnya. Menurut mereka, apapun yang dipakai, selama itu masih nyaman pasti nempel terus di badan.
Sore ini The Viagers sedang mengeksekusi mangsanya dibawah pohon beringin dekat kantin kampus.
Jbret!!!
Satu hantaman keras mendarat mulus di hidung cowok berkulit hitam dan
berambut keriting yang terduduk pasrah di akar-akar pohon beringin.
“Jangan
mentang-mentang cowok, deh, loe! Loe kira cewek itu bisa dibayar pakai
uang, hah?! Seenak ingus aja loe memperlakukan cewek kaya gitu!” Via
meremas kerah baju cowok tersebut dengan tangan satunya yang sudah
ancang-ancang untuk menghajarnya lagi.
“Ampun, Vi! Gue janji gak
bakal kaya gitu, lagi. Ampun! Jangan pukul gue terus.” rintih cowok
tersebut. Hidungnya mengeluarkan darah segar akibat hantaman Via.
Sejenak, Via melepaskan tangannya dan melangkah mendekati sahabatnya.
“Urusin
tuh kunyuk! Gue udah muak lihat mukanya!” kata Via ke Agni yang sedari
tadi melipat tangan di dada sambil melihat aksi Via melibas cowok
brengsek yang sudah kurang ajar sama Viagers.
“Siap, bos! Serahin
sama gue!” balas Agni seraya menatap sinis ke arah cowok yang
bersangkutan. Via langsung ngeloyor pergi dari tempat kejadian.
Pasalnya,
Via pernah mengalami kejadian yang suram dengan yang namanya preman.
Ibunya meninggal karena dibunuh dan diperkosa oleh tiga orang preman
saat setelah berbelanja di Pasar bersama Via waktu ia masih kelas 3 SD.
Dan bukan itu saja, Ayahnya Via juga meninggal karena ditusuk pisau
oleh seorang preman yang hendak merampok rumah dan mengambil uang
simpanan milik keluarganya. Mungkin itu salah satu sebabnya kenapa Via
benci banget sama yang namanya cowok brengsek dan preman-preman yang
beraninya main keroyokan. Bagi Via, merekalah pengecut paling besar di
dunia ini.
Beda jauh dengan Agni. Agni memang gak punya
alasan tertentu kenapa sekarang ia memilih menjadi preman. Tapi, gak
tau kenapa dari kecil itu Agni sering berantem sama anak cowok. Entah
itu nangisin anak tetangganya, bahkan sampai merusak mainan teman
sebayanya hanya demi keisengan semata bagi Agni. Mungkin itu bakat
bawaan dari kecil yang dimiliki Agni, kali, ya? Hehehe...
Via menyandarkan tubuhnya didepan gerbang kampus. Mulutnya tak pernah henti menggigit batang korek api.
“Gimana? Udah beres?” tanya Via saat Agni tiba disampingnya sambil menepuk-nepuk telapak tangan.
“Beres!
Udah gue sekap di gudang. Biar kapok tuh, monyet!” jawab Agni enteng.
Sedetik, Via tersenyum simpul dan merangkul Agni. Mereka berjalan
menelusuri trotoar.
***
Brak!!! Dua
orang cowok tersungkur diantara meja-meja yang berantakan didalam
gudang. Wajah mereka babak belur akibat keroyokan keempat orang cowok
yang wajahnya lebih sangar ketimbang dua cowok tadi.
“Bangun,
loe! Jbret!!!” cowok berkulit putih dan berambut gondrong langsung
terkapar saat pukulan Sion一mahasiswa yang sering buat onar di Kampus
Dirgantara itu melayang tepat di hidungnya. Sedangkan cowok yang
satunya sudah lebih dulu tak berdaya dibawah kaki Sion. Namun...
“Jbret!!! Pengecut, loe!” teriak Agni tiba-tiba. Sion langsung tersungkur saat punggungnya dihantam Agni.
“Kalau
berani jangan main keroyokan, dong! Pengecut, tau, nggak! Cemen!”
sambung Via dengan gaya macho nya. Sion cs mulai geram mendengar ucapan
Via barusan. Mereka menyerang Via dengan formasi 2 : 1. Sion dan Daud
mengincar Via, sedangkan Riko dan Patton mengincar Agni.
Hantaman
Riko meleset mengenai wajah Patton. Sedetik, Patton langsung
tersungkur ke lantai. Dengan sigap, Agni menendang bagian vital Riko.
“Aaarrrggghhh...”
rintih Riko sambil memegangi restletingnya. Brak!!! Agni terkapar
sesaat setelah Patton menyabetnya dengan kayu.
“Agni!!!” teriak
Via melihat sahabatnya terkulai lemah di lantai. Mata Via semakin
merah, tangannya mengepal keras dan tanpa komando menghajar
satu-persatu lawannya tanpa ampun. Sion cs pun menyerah dan langsung
lari terbirit-birit.
“Loe gak apa-apa, kan, Ag?!” tanya Via
khawatir sambil mengulurkan tangannya. Agni berusaha bangun dengan
bantuan Via dan kedua orang cowok yang tadi dikeroyok sama Sion cs.
“Gue gak apa-apa, kok, Vi. Cuman pundak gue aja agak sakit.” balas Agni sambil memijit-mijit pundaknya.
“Syukur, deh. Dasar cowok-cowok brengsek! Gak ada kapok-kapoknya bikin onar di kampus ini!” sewot Via seketika.
“Thanks, ya! Loe berdua udah nolongin kita.” ucap cowok bermata sipit dengan menyodorkan tangannya.
“Iya... kalau gak ada kalian, mungkin kita berdua udah babak belur.” sambung cowok satunya.
“Emang udah babak belur, kali!” cetus Via pelan.
“Sama-sama. Oh, iya... gue Agni, ini Via一sohib gue.” Agni membalas uluran tangan mereka.
“Gue, Alvin!”
“Cakka!”
“Oke...
lain kali kalau mereka malakin loe berdua, jangan pernah dikasih!
Nanti malah ngelunjak.” jelas Agni sambil menepuk pundak Cakka dan
Alvin.
“Sip, deh! Gue terima saran loe.” kata Cakka. Namun Alvin langsung menyanggahnya.
“Kalau gitu caranya, nasib kita bakal kaya gini lagi, dong?”
“Selama kita masih ada, kalian selalu aman. Tenang, aja!” jawab Via singkat. Tangannya masih ia lipatkan di dada.
“Wuih... keren! Kalian benar-benar pahlawan sejati!” sambar Cakka tiba-tiba.
“Makasih ya, sebelumnya.” Alvin tersenyum manis sambil memegang pundak Via. Via mendadak salah tingkah dibuatnya.
“Hmmm... sama-sama.” Via ikut tersenyum. Ia mencoba menstabilkan detak jantungnya.
“Ayo
balik, Ag! Kita masih banyak urusan.” ajak Via kemudian. Agni
mengangguk mengiyakan. Setelah permisi ke Alvin dan Cakka, mereka
berlalu pergi.
“Apa mereka berdua itu The Viagers, Kka?” bisik
Alvin ke Cakka yang masih seriusan memandangi punggung Viagers yang
semakin jauh.
“Mungkin. Tapi, kok, mereka gak sesangar yang gue kira, sih?! Mereka cantik-cantik!” kata Cakka. Alvin hanya mengangguk pelan.
“Iya
juga, sih. Gue kira The Viagers itu lebih sangar mukanya dari
preman-preman jalanan didepan. Hmmm... tapi gue kagum, mereka keren
banget, Kka! Macho, man!” Alvin menepuk pundak Cakka dan langsung berjalan begitu saja meninggalkannya.
“Hmmm...
macho? Apa gak salah, tuh?! Mereka kan, cewek! Tapi... bisa juga,
sih!” dumel Cakka yang masih mencerna kata-kata Alvin barusan.
Kemudian, Cakka langsung mengejar Alvin yang jaraknya sudah lumayan
jauh.
***
“Bang... baksonya satu,
ya? Gak pake kecap, sambalnya tiga sendok, kuahnya sedikit aja,
terus... gak pake lama! Oke?” pesan Agni panjang lebar. Kali ini
Viagers lagi di kantin sambil makan bakso.
“Baksonya, neng!” belum sedetikpun Agni memesan, abang tukang bakso tersebut sudah menyodorkan pesanannya.
“Asyik,
dah! Cepet amat, bang? Ini beneran pesanan gue?” tanya Agni sambil
memeriksa satu-persatu pesanannya. Abang itu hanya tersenyum ikhlas.
“Tanpa loe ngoceh juga, tuh abang tukang bakso udah khatam
sama pesanan loe, kali! Pan udah langganan.” kata Via yang sekarang
tinggal menyedot es teh manisnya. Bakso Via sudah habis lebih dulu.
“Hehehe...
iya juga, sih.” Agni terkekeh. Kemudian ia menaikan salah satu kakinya
keatas kursi, siap menyantap makanan favoritnya. Via hanya menelan
ludah melihat Agni yang superlahap menghabiskan dua porsi bakso. Merasa
ada yang memperhatikan, Agni melotot ke arah Via.
“Kenapa, loe? Mau?!” Agni mengangkat sendok yang berisi sebutir bakso yang sudah setengah bulat.
“Kagak! Gue cuma mual aja lihat loe makan. Kaya gak pernah makan sebulan, tau! Lahap bener!” ceplos Via sambil menahan tawa.
“Bodoh!
Terserah gue, dong! Mau loe bilang lahap kek, rakus kek, yang penting
gue kenyang.” timpal Agni dengan mulut yang masih mengunyah.
“Serah loe, deh!” Via berhenti ngomel. Tiba-tiba...
“Hai,
Vi! Hai, Ag! Kayanya lagi asyik, nih!” sapa Cakka yang langsung duduk
disamping Agni. Agni berusaha menyapa balik meski mulutnya penuh dengan
bakso. Sedangkan Via hanya tersenyum melihat Cakka dan Alvin yang baru
datang.
Deg! Alvin merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dan seirama dengan dilontarkannya sebuah senyuman dari seorang Via.
Semenjak
tragedi pengeroyokan Sion cs terhadap Alvin dan Cakka, mereka menjadi
lebih akrab bahkan bisa dibilang sebagai teman dekat Viagers. Mungkin
mereka berdualah cowok pertama yang menjadi teman Via dan Agni. Karena,
sebelumnya gak ada sama sekali cowok yang berani mendekati Viagers.
Alasannya beragam. Ada yang takut dihajar lah, disekap di gudang lah, di
siram saus lah. Soalnya dulu The Viagers pernah menyiram semangkuk
saus ke kepala seorang cowok yang sudah berani-beraninya menggoda mereka
di kantin. Alhasil, cowok tersebut harus melakukan ritual keramas
sebanyak 100 kali. Hebat, ya? Hahaha...
The Viagers mau
berteman dengan Alvin dan Cakka karena mereka menganggap bahwa
Alvin-Cakka itu cowok yang baik-baik, asyik, gak pernah macam-macam dan
apa adanya. Tidak seperti cowok-cowok lain yang bisanya muji-muji,
ngegombal dan embel-embelnya. Ya, walaupun Alvin dan Cakka itu
juniornya The Viagers, tapi gak pernah ada rasa canggung dan sok
berkuasa diantara mereka berempat.
Anehnya, status Agni
sekarang adalah sebagai pacarnya Cakka. Entah apa yang terjadi sama
mereka berdua. Tiba-tiba mereka bilang ke Alvin sama Via kalau mereka
itu pacaran. Sontak, pernyataan tersebut membuat Alvin-Via kaget
sekaget-kagetnya. Kok bisa-bisanya ya, mereka pacaran?
pikir Alvin dan Via saat itu. Namun seiring berjalannya waktu, mereka
memaklumi hubungan Cakka dan Agni. Mungkin kedekatan mereka akhir-akhir
ini menumbuhkan benih-benih cinta keduanya. Siapa yang tau, coba?
Dan
pasalnya, Cakka menyatakan perasaannya itu ketika Agni sedang
kehilangan jiwa kepremanannya yang selama ini melekat di tubuh Agni.
Waktu itu Agni sedang ulang tahun. Cakka, yang sebelumnya sudah tau
tanggal lahir Agni, ia mempunyai inisiatif untuk memberi surprise
langsung ke rumahnya. Dan saat itu pula Cakka menembak Agni dihadapan
orang banyak, termasuk orang tau Agni. Siapa yang gak klepek-klepek,
coba? Sekalipun itu seorang preman. Hehehe...
“Wuih... lahap bener makannya? Lapar, neng?” ledek Cakka.
“Bukan lapar lagi, emang kelaparan! Hahaha...” timpal Via dibarengi ketawanya yang khas.
“Sialan
loe, Vi! Hmmm... tapi emang iya, sih. Hehehe...” balas Agni sambil
nyengir gak jelas. Sontak membuat semuanya ketawa melihat ekspresi Agni.
Zing!
Pandangan mata Alvin dan Via bertemu disaat mereka sedang tertawa.
Sedetik, Alvin langsung mengalihkan pandangannya ke Cakka dan Agni.
Sedangkan Via hanya mengaduk-aduk teh manis pakai sedotan. Mencoba
menutupi kesaltingan masing-masing.
“Kalau gue lihat-lihat, nih, ya! Kalian berdua itu cocok, deh.” kata Agni tiba-tiba. Via mengangkat alisnya heran.
“Siapa, Ag?” tanya Alvin penasaran.
“Yaa...
elo sama Via lah. Benar nggak, Kka?” jawab Agni meminta persetujuan
Cakka一pacarnya. Alvin dan Via saling berpandangan aneh.
“Iya, bener! Tapi itu juga kalau Via nya mau. Secara gitu, si Alvin itu anak manja. Nah, sedangkan Via? Preman, man! Macho!” ceplos Cakka sedikit nyindir.
“Sialan
loe, Kka! Yang manja itu elo! Mau tidur aja mesti ditemenin dulu sama
nyokap, loe!” bela Alvin sambil melempar sedotan ke arah Cakka.
“Hah! Serius loe, Vin?!” kaget Agni.
“Seriusan lah! Ngapain gue bohong?”
“Apa bener, Kka? Yang dibilang Alvin barusan?” tanya Agni ke Cakka.
“Hehehe...
kadang-kadang, doang! Abisnya udah jadi tradisi gue. Mau gimana,
lagi?” jawab Cakka enteng. Mendengar itu, Agni melotot ke arah Cakka.
“Kayanya gue harus pergi, deh! Sebelum terlambat.” Cakka langsung kabur melihat wajah Agni yang berubah angker.
“Cakkaaa...” teriak Agni sambil mengejarnya.
“Bendera perang siap dikibarkan!” kata Via pelan. Alvin tersenyum mendengar ucapan Via. Aduh! Kenapa gue jadi melow gini sih kalau melihat Alvin senyum? batin Via.
“Kesana,
yuk, Vi?” ajak Alvin dengan menggenggam pergelangan tangan Via.
Sedetik, Via mengangguk perlahan. Kemudian mereka menyusul Cakka dan
Agni yang sedang kejar-kejaran gak jelas.
***
“Minumnya,
Vi?” tawar Alvin seketika. Kemudian ikut duduk disamping Via dibawah
pohon dekat lapangan bola yang sudah tidak terpakai.
“Thanks, ya.” jawab Via singkat.
“Hmmm... gue seneng deh ngelihat Cakka sama Agni ketawa, gitu.一” kata Alvin yang kini menatap dua orang yang sedang enjoy bermain bola一Cakka dan Agni.
“...一Perasaan gue adem kalau lihat mereka berdua, tuh.” lanjutnya pelan.
“Iya...
gue juga ngerasa gitu. Tapi kadang-kadang lucu juga ngelihat mereka
berdua. Gak tau kenapa.” sambung Via sambil mengikuti arah pandangan
Alvin.
“Loe gak iri sama mereka, Vi?” tanya Alvin spontan.
“Maksud,
loe? Kenapa gue mesti iri?” respon Via dengan memandang Alvin aneh.
Alvin langsung tersedak mendengar respon Via. Ia nyengir seketika.
“Maksud
gue... apa, ya? Hmmm... ini, maksudnya loe itu gak iri apa, melihat
mereka pacaran?” jelas Alvin hati-hati. Via terenyuh dan melemparkan
pandangannya ke Cakka dan Agni一lagi.
“Pacaran? Iri? Hmmm... gue
belum minat pacaran, Vin. Jadi gue gak pernah sama sekali iri sama
mereka. Lagian, mana ada sih yang mau sama gue? Gue itu urakan,
berandal, galak bahkan bisa dibilang preman. Yang ada cowok-cowok pada
takut sama gue.一” ucap Via terpotong.
“...一Kecuali loe sama Cakka
yang mau temenan sama gue.” lanjutnya. Sejenak, Alvin tersenyum dan
langsung mengambil topi yang selalu Via pakai tiap hari. Ia memandang
lekat wajah Via.
“Loe itu cantik, Vi? Kenapa loe minder? Mereka
semua takut sama loe karena mereka belum tau elo yang sebenarnya, Vi.”
Alvin menyelipkan rambut Via yang terurai menutupi pipi chubby nya.
“Tapi gue masih belum yakin sama diri gue sendiri.” respon Via.
“Itu
sih terserah loe, Vi. Mau dengerin kata-kata gue atau nggak! Yang
jelas, gue cuma berkata sejujurnya dan benar-benar gue lihat, selama
ini.” ucap Alvin一lagi sambil pergi meninggalkan Via sendirian. Via hanya
bisa menatap punggung Alvin yang semakin jauh tanpa berkata apapun.
“Loe
memang beda, Vin.” lirihnya pelan sambil beranjak bangun. Via berlari
kecil menyusul ke tempat Cakka, Agni dan Alvin yang sedang bermain
bola.
***
Grusak!!! Cakka
tersungkur ke pinggir got saat setelah sebuah motor menyerempet
tubuhnya. Agni yang saat itu dalam perjalanan pulang bareng Cakka,
langsung emosi melihat sang pengendara motor yang ternyata Sion dan
Riko.
“Woy! Turun, loe! Bangsat!” bentak Agni sambil menunjuk-nunjuk motor yang masih terus melesat.
“Kka! Loe gak apa-apa, kan? Mana yang luka?” tanya Agni khawatir dan berusaha membantu Cakka bangun.
“Aaarrrggghhh... sakit!” lirih Cakka sambil memegangi dahinya yang sedikit berdarah.
“Dahi loe berdarah, Kka! Loe ke rumah gue, ya? Biar gue obatin. Ayo!” Agni mengangkat Cakka dan menuntunnya berjalan.
“Gue
sayang sama loe, Ag!” ucap Cakka tiba-tiba. Agni menghentikan
langkahnya sejenak. Tangan Cakka yang sebelumnya dirangkulkan di
pundaknya, ia turunkan.
“Dalam keadaan loe yang kaya gini aja, loe masih sempet-sempetnya sok romantis! Gombal banget!” ucap Agni ketus.
“Seriusan! Gue gak lagi ngegombal, kali.” Cakka tersenyum jahil melihat ekspresi Agni yang lucu, tapi tetap macho. Hahaha...
“Chuppp...”
Cakka menundukkan wajahnya sejenak, sedangkan Agni memasrahkan dirinya
dan mencoba menikmati kecupan pertama yang diberikan Cakka di bibir
mungilnya.
“Aaarrrggghhh... Agni!” teriak Cakka sembari memundurkan kepalanya.
“Loe kenapa, Kka?” tanya Agni.
“Jangan
digigit, dong! Bibir gue sakit, tau!” protes Cakka, tetap dengan nada
sepelan mungkin. Si Agni malah nyengir melihat pacarnya kesakitan, lalu
mendekatkan wajahnya ke telinga Cakka.
“Abisnya gue belum pernah ngelakuin ini sebelumnya. Sorry, ya?” bisiknya. Mendengar itu, Cakka langsung memeluk ceweknya erat.
“Gak apa-apa, sayang. Lama-kelamaan juga bakal terbiasa. Nanti gue ajarin, deh.” Agni melepaskan pelukan Cakka.
“Ogah,
ah! Itu sih maunya elo! Dasar mesum! Hahaha...” tolak Agni sambil
menoyor kepala Cakka. Si Cakka malah nyengir gak jelas sambil
menggaruk-garuk kepalanya.
***
Hari
ini Alvin bertamu di rumah Via. Setelah mempersilahkan Alvin untuk
duduk, Via pamit ke dapur mengambil minuman. Sejurus kemudian, Alvin
melangkah mendekati foto-foto yang tertata rapi didalam bingkai sambil
senyum-senyum sendiri.
“Itu foto gue waktu kecil.一” kata Via yang tiba-tiba muncul dibelakang Alvin dengan membawa dua botol minuman.
“...一Nih minum dulu, Vin!” Via memberikan minuman ke Alvin yang masih berdiri mematung memandangi foto-fotonya.
“Makasih,
Vi. Oh, iya... loe terlihat feminim banget di foto ini. Beda jauh sama
Via yang sekarang, lebih tomboy. Tapi gue tetap suka, kok!” spontan
Alvin. Via mengangkat alisnya heran.
“Maksud, loe?”
“Maksud gue... gue suka style
loe yang sekarang. Keren, macho, tapi tetap cantik. Cuman... gue gak
suka sama sifat loe, Vi. Loe gak pernah sehati sama perasaan loe
sendiri. Loe selalu minder dengan perasaan loe sendiri, dan loe selalu
berpikiran kalau semua cowok di dunia ini sama.一” kata Alvin, tanpa
sedikitpun menatap wajah Via.
“...一Coba deh, buka hati loe buat
seseorang! Entah itu siapa? Yang jelas, loe jangan berpikiran negatif
dulu sama cowok!” lanjutnya. Kini Alvin menatap lekat wajah Via yang
sedari tadi menatapnya dalam.
“Loe benar, Vin. Tapi gue belum siap
dengan semuanya. Gue masih trauma dengan kejadian yang menimpa
bokap-nyokap gue. Dan gue belum bisa terima kalau nyokap gue
diperlakukan seenaknya sama cowok brengsek!” Via meneteskan air matanya
dengan terpaksa.
“Gak semuanya cowok itu brengsek, kan, Vi?一” Alvin mengusap air mata Via.
“...
一Vi... bukannya gue mau nasehatin loe atau apa, tapi gue cuma mau loe
itu bisa ngerasain yang mestinya loe rasain saat ini. Coba loe lihat
Cakka, Agni dan semua teman-teman kampus diluar sana! Mereka begitu
menikmati kasih sayang yang lebih dari apa yang mereka inginkan. Dan
gue一sebagai teman loe, gue cuma ingin loe itu ngerasain semuanya, Vi.
Kasih sayang dari seseorang yang benar-benar menyayangi loe.” jelas
Alvin sambil memegang pundak Via. Via hanya mematung, berusaha mencerna
semua kata-kata yang Alvin lontarkan.
“Tapi, gue一” ucap Via terpotong. Alvin mendadak mendekati telinga Via.
“Lihatlah
orang-orang terdekat loe! Ada seseorang yang benar-benar mencintai
loe, Vi.” bisiknya. Kemudian Alvin pamit untuk pulang ke rumahnya.
Sedangkan Via masih berdiri tanpa berucap sepatah katapun.
***
Setelah
lima menit sang dosen meninggalkan ruangan Management Informatika, Via
langsung pergi ke taman dan duduk didekat pohon cemara. Agni yang
tanpa dijemput, tiba-tiba datang dan langsung duduk disamping Via.
“Vi... gue traktir bakso, ya?” kata Agni.
“Ogah, ah! Gue lagi gak ada uang. Hehehe...” Via menatap wajah Agni sekilas.
“Yeehh... maksudnya, gue mau traktir elo bakso! Mau kagak? Gue yang bayar, kok.” tawarnya.
“Seriusan, Ag?! Wuih... mantap! Kemasukan setan apa, loe? Tumben-tumbenan baik sama gue.” ledek Via sambil nyengir.
“Seriusan, lah! Ah, elo mah gak asyik, Vi! Niat gue kan baik, kok malah diledek, sih?” Agni mendengus kesal.
“Cup...
cup... cup...! Gue bercanda doang, Ag. Jangan ngambek, dong? Preman
kok ngambek, sih?” kata Via sambil mengusap-usap rambut Agni. Si Agni
malah mesem kaya orang gila.
“Siapa bilang gue ngambek? Orang gue lagi seneng, kok. Tau nggak, kenapa?” tanyanya.
“Nggak!” jawab Via datar.
“Ih!
Kok elo biasa-biasa aja, sih? Pura-pura nanya balik, ngapa? Biar
kesannya penasaran. Bener-bener gak asyik, loe, Vi!” ketus Agni.
“Oke-oke... gue ralat! Nggak tau, Agni sayang. Emangnya loe kenapa? Cerita sama gue, dong? Puas, loe?!”
“Nah... gitu, dong! Sini, gue bisikin!” Agni mendekati telinga Via.
“Busyet... gila loe, Ag! Yang bener? Dipinggir jalan?!” heboh Via setelah Agni selesai membisikinya.
“Sssttt... Via! Gak pake teriak-teriak juga, kali. Nanti yang lain pada denger!” gereget Agni.
“Muehehe... sorry, Ag! Gue refleks, doang. Si Cakka nekad juga sama loe, Ag.” kata Via pelan banget.
“Gue
juga gak nyangka, Vi. Untungnya gue masih sadar kalo Cakka itu pacar
gue. Kalo nggak, mungkin udah gue hajar tuh anak! Biasalah, naluri
preman. Hehehe...” Agni merangkul Via.
Baru juga Via mau
merespon kata-kata Agni, tiba-tiba ada seorang cewek berponi yang
datang menghampiri mereka berdua dengan napas yang gak beraturan.
Lantas, itu membuat The Viagers langsung berdiri dan penasaran sama
berita apa yang akan dikabarkan cewek tersebut.
“Hosh... hosh... hosh... Via! Agni! Gawat! Si一” kata cewek itu terpotong-potong.
“Ada apaan, Pris?!” tanya Via penasaran.
“Santai
dulu, santai. Tenangin diri loe dulu, Pris! Tarik napas... buang!
Tarik lagi... buang lagi!” sambung Agni mencoba menenangkan cewek yang
dipanggil “Pris” sama Viagers. Cewek tersebut langsung mengikuti
perintah Agni dan kemudian melanjutkan ucapannya yang sempat terpotong.
“...一Sion cs lagi ngebantai junior kita, Vi, Ag!”
“Serius, loe?! Dimana?! Ngajak ribut tuh orang!” sewot Agni. Via hanya mengepalkan tangannya.
“Tadi pas gue keluar dari WC, mereka lagi di pojok gudang kampus.” jawab Prissy一cewek tadi.
“Brengsek!” Via langsung berlari ke tempat yang diberitahu Prissy barusan.
“Thanks, ya, Pris!” ucap Agni. Prissy hanya tersenyum ramah.
Di gudang sekolah.
Dua
orang cowok diikat di kursi dengan wajah yang memar dan sudut bibir
yang berdarah. Kepala mereka tertunduk lemas, matanya sayu dan sekujur
tubuhnya yang basah akibat disiram air oleh Sion cs. Sejenak, Sion
mendongakan wajah kedua orang tersebut dengan paksa.
“Kali ini
gak ada orang yang bisa nolong kalian lagi! Plak!!!” tamparan keras
mendarat di pipi mulus Alvin. Ya, dua cowok itu adalah Cakka dan Alvin.
“Mana
pacar loe, hah?! Suruh dia kesini! Hadapi gue sekarang!” tantang Sion
ke Cakka. Wajah Cakka langsung berubah sangar, ia mencoba berontak.
Namun, Sion langsung menghajar perutnya hingga ia tersungkur dengan
kursinya.
“Cakkaaa...!!!” teriak Agni sesaat sampai di gudang.
“Wow!
Lihat, tuh! Pacar loe yang paling tersayang udah datang buat
nyelamatin loe berdua.” Sion menjambak rambut Cakka dan Alvin agar
menghadap ke arah Viagers.
“Bangsat! Lepasin, gak?!” sewot Via.
“Oke-oke.
Nyantai, mbakbro! Gue bakal lepasin semua monyet loe. Tapi dengan satu
syarat, loe harus langkahin dulu mayat gue!” tantang Sion. Daud dan
Riko segera menghadang langkah Via dan Agni yang kadar emosinya sudah full.
Brak!!!
Riko memukul pundak Via dengan kayu. Namun nihil, Via berhasil
menangkisnya. Dan tanpa pandang bulu, Via menendang perut Riko hingga
tersungkur ke tanah.
“Anjing, loe. Jbret!!!” giliran Agni
menghantam perut Daud setelah tangannya terkena sabetan sabuknya yang
cukup tajam. Daud pun ikut tersungkur disamping Riko. Akhirnya, dua
anak buah Sion pun berhasil Viagers lumpuhkan.
Melihat
anak buahnya sudah tak berdaya lagi, Sion langsung menyerang Via yang
terus menatapnya dengan tajam. Sedangkan Agni langsung mengalihkan
pandangannya ke arah Patton yang sedari tadi menyekap Cakka dan Alvin
yang sudah tak berdaya.
Jbret!!! Via terpental
kebelakang. Tangannya yang tadi terpukul oleh Riko, ia pakai untuk
menahan serangan demi serangan yang dilayangkan Sion. Sejurus kemudian,
Via terjatuh saat tendangan Sion mendarat di perutnya. Melihat Via
terkulai lemah, emosi dan tenaga Alvin meningkat. Ia pun berusaha
melepaskan ikatan yang melilit keras di tubuhnya.
Hajaran
demi hajaran terus dilayangkan Sion di wajah Via. Namun apadaya, Via
sudah tak bisa lagi menahan pukulan-pukulan Sion. Tenaganya sudah
terkuras habis, darah segar yang mengalir di hidung dan mulutnya itu
membuat Via semakin lemah. Namun, tiba-tiba...
“Brak!!! Dasar
pengecut, loe! Beraninya sama cewek, doang. Bajingan!” teriak Alvin
dengan sempoyongan. Sedetik kemudian, Sion sudah tersungkur dan terjatuh
pingsan akibat sabetan kayu yang dilayangkan Alvin di punggungnya.
“Vi...
bangun, Vi! Loe gak apa-apa, kan? Loe harus kuat!” histeris Alvin
seraya mengangkat kepala Via dan menaruhnya dipangkuannya.
Butiran-butiran bening deras menetes di pipi Alvin saat melihat Via
benar-benar gak merespon ucapannya. Meskipun tubuhnya sudah
digoncang-goncangkan, Via tetap belum sadar.
Disisi lain,
Agni sudah berhasil melumpuhkan Patton. Ia segera menolong Cakka dan
mencoba menuntunnya berjalan ke tempat Alvin dan Via dengan sisa
tenaganya.
“Via...” ucap Agni lirih. Agni bersimpuh diatas tubuh Via, ia memeluknya erat.
“Via
bangun, Vi! Jangan tinggalin gue. Gue mohon.” histeris Agni meledak.
Tangannya menggoncang-goncangkan tubuh Via. Alvin dan Cakka hanya bisa
menunduk, mereka berdua tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Karena semua
tenaga mereka telah habis terkuras dan tidak kuat lagi kalau harus
mengangkat Via ke rumah sakit. Hanya keajaibanlah yang mampu menolong
mereka berempat.
***
2 Tahun Kemudian.
Mata
Via terpejam saat bibirnya terkunci rapat oleh seorang cowok yang
sudah dua tahun ini menjadi pacarnya. Cowok itu Alvin. Ya, Alvin dan
Via sudah jadian sejak tragedi pembantaian di gudang kampus dua tahun
lalu. Dalam hitungan menit, kepala Via serasa tak bisa digerakkan
karena tangan Alvin sangat erat memegangnya. Via hanya bisa memeluk
tubuh Alvin dan berusaha menikmati First Kiss nya yang saat
ini membuatnya mati berdiri. Pasalnya, selama mereka pacaran, Alvin dan
Via tidak pernah melakukan yang namanya ciuman. Mereka menjalani
sewajarnya saja. Tetapi entah kenapa malam ini Alvin dan Via ingin
melewati malam minggunya hanya berdua dengan ditemani bintang-bintang
diatas gedung. Selain itu, sebuah tenda yang dikelilingi lilin-lilin
cantik ikut menjadi bagian dari mereka. Tak lupa juga sedikit hidangan
makan malam yang telah Alvin siapkan seromantis mungkin.
“Kamu luar biasa, Vi!” ucap Alvin pelan. Via tersenyum, matanya berbinar terang seakan memantulkan cahaya bulan ke mata Alvin.
“Kamu juga luar biasa, Vin. Aku pasti gak akan bisa ngelupain semua ini. Terkhusus, first kiss kita!” Alvin tersenyum mendengarnya. Sedetik, Via sudah tenggelam dipelukan Alvin.
“Aku beruntung pernah dipukulin sama Sion cs!” kata Alvin.
“Lho, kenapa?”
“Karena mereka, aku bisa ketemu cewek yang hebat, macho dan cantik!一” Alvin memegang kedua pipi Via.
“...
一Dan karena mereka juga, aku menyadari bahwa aku mempunyai seorang
malaikat penjaga yang sangat aku cintai, lebih dari apapun.
Meskipun一mantan seorang preman.” kemudian Alvin berjongkok sambil
mengeluarkan kotak kecil berwarna merah yang didalamnya terdapat benda
mungil berkilau.
“Vi... malam ini, aku pasrahkan semua hidup dan
matiku padamu. Dari semua kelancanganku terhadapmu, dan demi semua rasa
cintaku yang semakin hari semakin bersemi di hatiku. Aku mohon...
ijinkanlah aku berlindung selamanya di hatimu. Will you merry me?”
kata Alvin sambil menjulurkan tangannya ke hadapan Via. Lantas, Via
mengambil cincin itu dan langsung melemparkannya kedalam tenda.
“Aku
gak butuh cincin itu! Aku hanya butuh kamu, Alvin! Malaikat yang
selalu memberi semangat dihidupku.一” Via memeluk Alvin一lagi.
“...一Aku mau menikah denganmu!“ bisiknya.
“Benarkah?! Please, ulangi! Aku mau dengar sekali lagi, Vi! Will you merry me?”
“Yes, i will!一” Alvin tersenyum. Via menggenggam tangan Alvin erat.
“...一Tapi ada syaratnya!” katanya kemudian.
“Syarat? Apa syaratnya?” tanya Alvin penasaran.
“Iya, syarat. Tapi kamu harus janji dulu bakal menuhi syarat ini. Gimana?”
“Apapun syaratnya, akan aku lakukan. Demi kamu...” ucap Alvin yakin.
“Oke... syaratnya itu adalah,一” potong Via sambil tersenyum jahil.
“...一kamu harus lawan aku dulu! Gimana? Berani, gak?” tantangnya sambil berancang-ancang seperti mau melawan seorang musuh.
“Hah! Serius loe, Vi?! Aduh... mampus, gue! Gak ada syarat lain, gitu? Please, jangan yang ini. Gue nyerah!” heboh Alvin. Tiba-tiba lututnya terasa lemas.
Disisi
lain, ada dua orang cewek dan cowok sedang asyik tersenyum ikhlas
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka termangu melihat tingkah
Alvin dan Via yang benar-benar konyol. Padahal mereka mau menikah, tapi
tetap saja gak normal. Hahaha...
“Dasar pasangan yang aneh! Yang
satu preman, yang satunya lagi anak rumahan!” ucap Cakka pelan sambil
merangkul cewek yang berdiri disampingnya一Agni. Ya, mereka berdua
adalah Cakka dan Agni yang sudah lebih dulu menikah. Sekarang, di rahim
Agni sudah tercipta seorang bayi yang nantinya bakal menggantikan
sebuah geng fenomenal, yaitu The Viagers. Kita tunggu saja kisahnya
lain waktu.
The End!
By: Tatang Heriana [taher]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar