@guetaher_ @iamalvinjo_ @azizahsivia

Say What You Need To Say!

Sabtu, 22 September 2012

Batas Kesetiaan by Anggi Sekar Tri Ananda


Aku adalah sosok perempuan yang cukup dibilang pendiam. Namaku Via. Sekarang aku sudah mempunyai seorang suami yang bernama Alvin. Semuanya berawal dari 2 tahun yang lalu, saat aku memutuskan untuk berpisah dengan mantanku dan mencoba menjalin hubungan serius dengan Alvin. Aku mengenal Alvin dari orang tuaku, karena saat itu orang tuaku dan orang tua Alvin berteman baik. Sehingga mereka berdua memutuskan untuk menjodohkan kami.

Awalnya aku sempat sedih dan sangat kecewa akan perjodohan ini. Tapi perlahan aku mencoba untuk menerimanya dan mencoba mencintai Alvin sebagaimana dia mencintai aku. Usahaku tak sia-sia. Aku berhasil mencintai Alvin dengan sepenuh hati, bahkan melebihi apapun termasuk melebihi diriku sendiri.

Alvin memang sangat mencintaiku. Tapi sifatnya yang selalu ingin menang sendiri, cepat marah dan tidak pernah mau mendengar penjelasan dari orang lain. Itulah yang membuat aku sering bertengkar dengannya.

***

Pernah suatu saat Alvin sangat marah padaku. Itu gara-gara aku membelikannya sebuah meja kecil untuk dia ketika menikmati kopinya. Bukannya merasa senang, Alvin malah bilang padaku kalau aku hanya membuang-buang uang untuk keperluan yang tidak penting.

Pagi itu Alvin terlambat bangun gara-gara begadang semalaman menonton acara kesayangannya. Dia sangat marah padaku, karena aku tidak membangunkannya pagi-pagi.

"Apa sih yang kamu pikirkan? Kamu lupa dengan pesanku tadi malam padamu? Aku minta kamu membangunkanku jam 8 bukan jam 9!" kata Alvin membentakku
"Maafkan aku Vin. Aku..."
"Sudahlah! Dasar istri tak berguna!!!" bentaknya lagi dan pergi meninggalkanku sendiri. Aku hanya diam dan menundukkan kepala. Aku merasa bersalah sama Alvin. Aku memang istri yang tak berguna!

Aku langsung masuk ke kamar dan mengambil sebuah Diary Merah untuk menulis sesuatu didalamnya. Setelah selesai menulis, aku langsung membereskan rumah. Karena kalau Alvin melihatku bermalas-malasan pasti dia bisa marah lagi padaku.
"Tuhan. Tolong kuatkan aku untuk melawan rasa sakit kepala yang cukup membuatku melakukan kesalahan dihadapan Alvin" doaku dalam hati. Kemudian aku langsung mengganti Piyama Volkado ungu yang aku kenakan menjadi kaos simpel rapi dan mulai membereskan rumah.

***

Tok! Tok! Tok!
"Masuk!" kata Alvin sedikit lembut
"Terimakasih pak. Oh iya, ini berkas-berkas laporan pemasukan dana perusahaan yang bapak pinta kemarin"
"Oh.. Coba saya lihat!" Alvin langsung melihat berkas-berkas itu lalu berkata.
"Waooww.. Bagus sekali laporan yang kamu buat. Kamu memang smart Shilla!!!" kata Alvin memuji asisten pribadinya.
"Ah bapak bisa saja" kata Shilla dengan raut wajah yang memerah.

Alvin bekerja di sebuah perusahaan yang cukup besar di Atlanta. Dan Shilla itu sangat menyukai Alvin sejak ia SMA. Nasib beruntung saja dia bisa jadi asisten pribadi Alvin. Shilla itu sosok perempuan yang tidak tau diri, dia sering nyari-nyari kesempatan untuk mendapatkan perhatian dari Alvin. Bahkan saat Alvin lagi bad mood, dia pura-pura sok pahlawan.

"Loohh.. Ini bener!" kata Alvin menyambung lagi pujiannya.
"Hehe. Makasih pak"
"Oh iya, nanti malam bisa temenin saya makan?" ajak Alvin
"Hmm.. Kesempatan bagus buatku. Akhirnya kamu jatuh juga ke perangkapku, Vin" ungkap Shilla dalam hati.
"Oke deh. Boleh-boleh"

***

Setelah selesai membereskan isi rumah. Aku memasak makanan kesukaan Alvin. Dan menghidangkannya di sebuah meja kecil dengan suasana sekitar yang romantis. Aku diam didepan pintu untuk menunggu Alvin pulang. Aku berdiri berjam-jam dan tidak duduk sama sekali. Karena aku ingat pesan Alvin agar selalu menunggunya didepan pintu biar bisa secepatnya membukakan pintu ketika dia pulang. Aku hanya bisa taat dengan ucapan Alvin itu. Kini hari semakin malam. Waktu menunjukkan ke angka 10. Alvin belum juga pulang. Aku masih berdiri didepan pintu hingga jam 11. Alvin masih tak kunjung pulang. Mungkin karena sudah tak tahan lagi untuk berdiri, akupun duduk di sofa ruang tamu.
Kelelahan yang amat mendalam membuatku merasa mengantuk dan tak sengaja tertidur di sofa. Jam dinding menunjuk pukul 1 malam. Alvin mengetuk pintu sangat keras. Sekali dua kali hingga tiga kali aku tak mendengar panggilan Alvin. Sampai akhirnya dia berteriak.

"Vi.. Viaaa!!!" kata Alvin dengan nada yang marah. Aku bangun dengan rasa kekagetan dan langsung berlari membukakan pintu.

"Alvin?" kataku perlahan
"Ya ampun Via! Harus berapa kali aku peringatkan kamu. Aku kan
sudah pernah bilang kalau kamu harus tetap berdiri disini sebelum aku pulang, apa kamu lupa??" Bentak Alvin seraya berjalan masuk kedalam rumah.
"Ma.. Maafkan aku.." kataku menunduk
"Sudahlah!! Maaf-maaf terus yang kamu bilang! Bosan aku. Lebih baik sekarang kamu siapkan air hangat, aku mau mandi!"
"Iya Vin.." aku langsung bergegas untuk menyiapkan keperluan Alvin untuk mandi. Setelah selesai, aku menyusul Alvin ke kamar untuk memberitahu kalau air hangatnya sudah selesai dibuat. Saat mau mengetuk pintu, tak sengaja aku mendengarkan monolog Alvin didalam kamar.

"Ya ampun. Jam tanganku sudah rusak, mungkin karena tadi terjatuh dikantor. Jika begini aku bisa terlambat kalau mau ada meeting di kantor" begitulah kata Alvin. Setelah mendengar itu aku mengurungkan niatku sebelumnya, aku langsung kembali ke dapur untuk mengambil minum.

***

Pagi pun tiba. Seperti biasa Alvin berangkat ke kantor jam 8. Dan satu jam setelah Alvin berangkat ke kantor, aku sudah selesai membereskan rumah dan bersiap untuk pergi ke Mall untuk membelikan jam tangan Relisi kesukaan Alvin yang sudah rusak.

Sesampainya di Mall aku keliling-keliling mencari jam tangan kesukaan Alvin itu. Sebenarnya masih banyak jam tangan yang lebih mahal dan bagus, tapi Alvin cuma nyaman dan suka dengan jam tangan Relisi yang biasa ia kenakan setiap hari. Hampir satu jam aku mencari jam tangan tersebut, tapi hasilnya belum ketemu juga. Dan akhirnya aku sampai di satu toko yang belum terhinggapi olehku, dan syukurlah aku mendapatkan yang aku cari sejam yang lalu.

Kemudian aku bergegas pulang saat melihat jam tangan sudah menunjuk angaka 7. Aku takut kalau Alvin lebih dulu sampai ke rumah, pasti aku akan dimarahinya lagi. Aku berdiri dipinggir jalan dengan sangat gelisah. Sudah hampir setengah jam aku menunggu, tak ada satupun taxi yang lewat kearahku.

"Ya Tuhan. Kalau begini aku bisa telat sampai rumah" kataku sangat gelisah saat menunggu taxi yang tak kunjung lewat satupun. Kemudian pandanganku terhenti saat melihat sosok Alvin yang lagi jalan berdua dengan Shilla sambil bermesraan, aku sangat kaget dan mencoba menghampiri mereka.

"Alvin?" sapaku
Alvin menoleh kearahku dengan raut wajah yang heran.
"Via??"
"Kamu ngapain" tanyaku
"Aku lagi ada urusan. Pulanglah sana
. Ini sudah malam" kata Alvin cukup halus.
"Iya Vin, aku memang mau pulang. Tapi dari tadi nggak ada taxi yang lewat Vin. Apa aku boleh ikut denganmu?" tanyaku dengan polos
"Tapi aku masih ada urusan, pulang saja sendiri. Nanti juga ada taxi kok. Makannya lain kali jangan pergi malam-malam seperti ini. Masih adakan pekerjaan di rumah?" kata Alvin
"Aku.. Aku hanya ingin membelikanmu ini" aku mengeluarkan jam tangan yang tadi aku beli dan memberikannya ke Alvin.
"Astaga Via. Aku bisa beli sendiri. Sudahlah simpan saja, nanti kita bicarakan lagi di rumah. Pulanglah sana
, aku mau pergi" katanya sangat halus sampai tak mau menyentuh jam tangan yang aku sodorkan. Ku lihat Shilla tersenyum sinis kearahku.
"Hmm.. Baiklah aku mau pulang. Kamu hati-hati ya" kataku sambil berjalan sedikit kencang.

***

Aku berjalan tak tentu arah. Aku sangat sedih dengan perlakukan Alvin kali ini, tapi aku tak bisa menangis karena ini salahku. Namun tiba-tiba aku sengaja menabrak seseorang. Ternyata dia adalah Gabriel (mantanku dulu). Akan kaget, karena sudah cukup lama aku tak pernah bertemu dia lagi sejak menikah dengan Alvin.

"Via?" kata Gabriel kaget.
"Gabriel?" sambil tersenyum
"Kamu ngapain malam-malam disini? Sendirian lagi. Alvin mana?" tanyanya.


"Emmh.. Alvin.." aku diam dan berpikir. Tak mungkin aku bilang kalau dia lagi bersama Shilla di Mall.
"Alvin.. Alvin lagi di kantor Yel" jawabku untuk melindungi suamiku agar tak buruk dipandangan orang lain.
"Ooh di kantor. Apa kamu yakin dia ada di kantor?" tanya Gabriel dengan nada sedikit aneh.
"Hmm.." aku menunduk dan kemudian tersenyum lalu berkata
"Iya lah.. Habis dimana lagi?"
"Sudahlah Vi. Aku tau Alvin lagi sama asistennya di Mall" aku hanya menunduk. Lalu tiba-tiba seseorang datang menghampiri aku dan Gabriel.
"Via, kamu belum pulang? Ngapain kamu disini sama dia?" kata orang itu yang ternyata Alvin.
"Tunggu Vin. Loe jangan salah saham dulu! Kita ini.." Alvin langsung memotong. Aku hanya bisa terdiam dan menunduk. Karena aku tau kalau aku bicarapun tidak akan dihiraukan.
"Sudahlah. Via ayo pulang!" Alvin menarik tanganku sangat keras, tapi Gabriel menghalau Alvin.
"TUNGGU!!! Kenapa sih loe harus sekasar itu sama Via? Dia itu tidak bersalah. Loe ingat kan
dulu? Loe pernah janji sama gue untuk menjaga dan menyayangi Via dengan sepenuh hati loe, sekarang mana buktinya?? Setelah gue rela melepaskan Via buat loe, Vin! Apa ini? Seenaknya loe jalan berdua sama Shilla dihadapan istri loe sendiri. Apa loe gak ngerti perasaan Via, hah? Via itu manusia, punya HATI!!!" Alvin hanya diam. Dan baru kali ini dia mau mendengarkan penjelasan dari orang lain.
"Nggak sekali gue lihat loe jalan sama Shilla! Sudah sering gue lihat. Kalau loe memang nggak bisa jaga Via. Ngomong secara baik-baik! Bukan gini caranya. Itu sama saja membunuh Via secara perlahan!"
Alvin melihat kearahku. Aku hanya bisa menahan air mataku yang sudah nggak kuat lagi aku tahan. Saat Alvin ingin menyebut namaku, aku langsung berlari pergi.
"Sekarang loe puas kan ??" kata Gabriel. Namun Alvin tak mendengarkannya, dia langsung mengejarku.

***

Aku pulang ke rumah tak seperti biasanya. Lalu menulis sesuatu di Diary Merahku dan kemudian tidur dengan wajah yang sangat pucat. Karena akhir-akhir ini aku sangat lemah kondisinya.

Itu mungkin karena kelelahan atau tak pernah mendapatkan perhatian dari Alvin dan tak pernah diberi kesempatan untukku berbuat baik padanya. Sambil meneteskan air mata, akupun tertidur dalam mimpi.

***

Tak lama kemudian Alvin sampai di rumah. Dia sangat kelelahan dan menunduk. Lalu dia masuk ke kamar tempatku tertidur pulas. Hati Alvin cukup sedih saat melihatku tertidur pulas dan lemah dengan air mata yang berlinang di pipiku. Ketika Alvin hendak menghampiriku, tak sengaja pandangannya tertuju pada sebuah Diary Merah dipelukanku. Dia ingat ketika dulu sebelum menikah, aku pernah bilang ke Alvin.
"ALVIN.. NANTI KALAU KITA SUDAH MENIKAH, KAMU BARU BOLEH BACA DIARY MERAHKU INI. SEKARANG KAMU MASIH BELUM BOLEH MEMBACANYA" begitu kataku dulu. Dan sekarang Alvin memberanikan diri untuk membacanya, soalnya kami sudah resmi menikah. Dia mencoba mengambil diary itu dipelukanku dan perlahan membukanya.


HAL 1 :
23 Februari..
Hari ini pernikahanku dengan Alvin. Orang yang sangat aku cintai melebihi apapun..
Tuhan, semoga aku dan Alvin selalu bahagia.

HAL 2 :
13 April..
Tuhan.. Hari ini Alvin marah padaku karena aku membelikannya meja untuk dia menikmati kopinya. Padahal aku tak ingin melihat dia meminum kopi dan membaca koran sambil berdiri. Alvin bilang kalau aku hanya menghabiskan uang saja. Padahal aku menggunakan uang tabunganku selama 1 bulan ini.
Maafkanlah aku Tuhan. Karena aku telah membuatnya marah. (Alvin menunduk karena merasa bersalah).

HAL 3 :
15 April..
Tuhan.. Hari ini Alvin sangat marah padaku karena aku telat membangunkannya. Seandainya dia tau kalau aku ikut terjaga menemaninya. Sebenarnya kepalaku sangat sakit. Tuhan, maafkanlah aku yang sudah membuatnya kecewa dan marah padaku. (Alvin meneteskan air mata seakan menyesal dengan perbuatannya dulu pada Via).





HAL 4 :
16 April..
Tuhan.. Hari ini Alvin marah lagi padaku karena aku terlambat membukakan pintu untuknya. Ini salahku karena aku tertidur. Seharusnya aku tetap berdiri didepan pintu itu sampai dia pulang. Itu sungguh salahku, maafkanlah aku Tuhan. (Alvin semakin deras meneteskan air mata)

HAL 5 :
18 April..
Tuhan.. Sebenarnya aku ingin sekali memberikan Alvin hadiah sebuah jam tangan kesukaannya. Tapi dia masih tetap marah padaku karena aku pergi sampai malam. Padahal di rumah masih ada pekerjaan yang harus aku bereskan. Itu memang salahku. Tapi aku tidak ingin membuat Alvin marah dan kecewa lagi padaku. Aku mohon Tuhan, cabutlah nyawaku. Agar aku tidak melakukan kesalahan yang sama lagi ke Alvin.

Alvin sudah tak sanggup lagi untuk membacanya, dia memandangi wajahku sebentar lalu langsung memelukku erat dan mencium keningku dengan bercucuran air mata. Perbuatan Alvin membuatku kaget dan terbangun dari tidur pulasku.

"Alvin?" kataku
"Maafkanlah aku sayang. Aku menyesal dengan perbuatanku selama ini padamu. Maafkanlah aku, aku sangat menyayangimu" ronta Alvin sambil terus menangis.
"Kamu kenapa Vin? Kamu tidak salah. Semua itu salahku" Alvin terus memelukku. Aku melihat Diaryku ditangan Alvin. Aku mulai mengerti kenapa Alvin bersikap seperti ini. Dengan perasaan bahagia dan terharu, aku membalas erat pelukkan Alvin.

"Terimakasih Tuhan. Ini berkat rahmat-Mu" ucap syukurku dalam tangis kebahagiaan.


PESAN TERAKHIR : Jangan pernah kamu sia-siakan orang yang begitu sangat menyayangimu apalagi sampai menyakitinya. Karena suatu saat kamu pasti akan menyesal. Jagalah rasa sayang seseorang itu untukmu, karena kelak dialah yang akan membuatmu BAHAGIA. :-)

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar