@guetaher_ @iamalvinjo_ @azizahsivia

Say What You Need To Say!

Selasa, 06 Agustus 2013

Lovacebook

Via's P.O.V

Gue masih setia duduk di depan laptop. Gelisah. Menanti balasan dari chattingan gue dengan orang yang belum lama ini gue kenal di facebook. Dia orangnya asyik diajak ngobrol, meskipun sedikit cuek. Tapi entah kenapa gue selalu penasaran dibuatnya. Lumayan lama, hampir kurang lebih setengah jam gue menyapanya di facebook, tapi dia belum juga balas chattingan gue. Padahal gue tau kalau dia lagi on facebook.
“Sori telat.”
“Oke gak apa-apa. Hehe kamu lagi ngapain?”
“Napas,”
“Oh, masih bisa napas toh? :D”
“Sialan -_-”
“Abis kamu aneh sih. Semua manusia juga napas kali. Yang lebih spesifik lagi dong.”
“Ngupil :P”
“Jorok ih!”
“Itu kan spesifik?”
“Tapi gak gitu juga :|”
“Sori,”
“Iya gak apa-apa. Selain ngupil, ngapain lagi?”
“Maunya?”
“Gak jadi deh.”
“Ya udah.”
“Tau ah!” Cowok itu namanya Alvin Joe, sesuai dengan nama akun facebooknya. Kurang tau juga sih nama sebenarnya siapa. Bahkan wajah aslinya aja gue gak tau yang mana. Soalnya dia pakai foto profil tokoh kartun Detective Conan. Selain itu disemua koleksi albumnya juga gak ada foto dia yang sendiri, kebanyakan sama teman-temannya. Jadi gue bingung mana wajah dia yang sebenarnya.

Kembali, Alvin tak membalas chattingan gue. Mungkin dia malas meladeni keisengan gue, atau mungkin aja dia lagi ada kesibukan lain.
“Sombong nih gak bales -_-”
“Hehe :D”
“Malah ketawa,”
“Gak boleh? Ya udah.”
“Terserah kamu deh. Aku off ya?”
“Kenapa?”
“Gak apa-apa. Pengen off aja.”
“Ya udah aku juga.”
“Gak boleh ikut-ikutan!”
“Kata siapa?”
“Kata aku barusan.”
“Oh.”

Gue sengaja gak balas chatnya. Ingin tau kalau dia juga respect atau tidak sama gue. Tapi toh ternyata tidak, dia memang benar-benar off facebook. Ya sudahlah.

***


Alvin's P.O.V

Cewek yang lucu. Ya, cewek yang baru gue kenal di facebook. Namanya Via Squarepants. Itu juga nama facebooknya, gak tau nama aslinya siapa. Mungkin karena dia ngefans kali sama kartun Spongebob, jadi namanya dikasih embel-embel Squarepants. Lucu juga. Selain itu anaknya juga manis kalau dilihat dari beberapa fotonya yang sering gue lihat. Sedikit alay sih gaya berposenya. Tapi dia tetap terlihat manis dengan sedikit lesung pipitnya yang lumayan dalam itu. Ya sudah deh, gue lanjutin lagi nanti. Toh dia juga udah off. Mungkin udah kesal dengan sifat gue yang cuek ini. Tapi inilah gue, mau diapain lagi?
“Vin, loe kaya pangeran aja di kamar mulu.” baru saja gue mau bangkit dari kasur, suara orang yang sangat gue kenal itu menyapa. Itu suara Rio一sepupu gue.
“Apa sih? Terserah gue kali.” balas gue santai. Rio mengangkat pundaknya dan langsung tepar di atas kasur kesayangan gue.
“Gue pinjem laptop loe ya? Mau buka facebook nih.” pinta Rio sambil menyambar laptop gue yang sengaja belum gue tutup.
“Gak biasanya loe izin dulu? Loe salah minum obat, Yo?” gue heran lihat dia yang sedikit aneh sekarang. Karena gak biasanya Rio bilang-bilang dulu kalau pinjam sesuatu dari gue. Tapi sekarang? Ya sudahlah. Mungkin lebih baik begitu.
“Sialan loe! Perasaan gue selalu serba salah di mata loe, Vin.”
“Terserah deh. Gue laper,” gue langsung turun ke bawah meninggalkan Rio sendirian di kamar gue. Palingan dia juga bakal asyik sendiri mainan facebook.

***


Author's P.O.V

Via berdiri di balkon kamarnya dengan tangan yang erat menggenggam handphone.
“Gue kesel sama dia, Fy. Masa kalau gue chat dia, balesnya singkat-singkat mulu?” Via membalik badannya dan berjalan mendekati kasur. Perlahan, ia menarik bantal guling serta menaruhnya di pangkuan.
“Biasa aja kali, Vi. Namanya juga temen maya.” sahut seseorang di balik telepon.
“Ya tapi kan gue pengen kenal lebih deket aja sama dia. Emang salah?” Via memanyunkan bibirnya. Cewek bernama Ify itu tiba-tiba tertawa.
“Kok ketawa sih? Nyebelin loe ah!”
“Loe naksir beneran sama tuh cowok facebook, Vi? Loe kan belum tau dia yang sebenarnya. Kalau dia Om-Om gimana? Hahaha.”
“Iya juga sih.”
“Nah kan? Hati-hati loe sekarang, udah banyak lho kasusnya di luar sana.”
“Iya tenang aja. Gue gak bakal bisa diculik kok. Hahaha. Eh, udah dulu ya, gue laper. See you cantik!” pamit Via seketika.
“Oke. See you ya!” Via melempar handphonenya asal. Tapi belum sempat Via turun dari kasur, entah mengapa ia ingin sekali membuka facebook. Siapa tau aja ada pesan masuk dari Alvin.
“Alvin?” matanya berubah senang saat melihat Alvin mengomentari foto profilnya yang melet itu.
“Ih cantik deh.” Via langsung mengernyit membacanya.
“Makasih :)”
“Udah punya pacar belum nih?” Via kembali mengernyit. Sepertinya ia merasakan hal yang aneh terjadi pada Alvin.
“Ini beneran Alvin?”
“Iya ini Alvin.”
“Oh. Aku belum punya pacar. Kenapa?”
“Masa sih? Kalau gitu kamu mau gak jadi pacar aku?” Via melotot membacanya.
“Alvin nembak gue?” kata Via heran. Ia diam untuk sejenak. Entah jawaban apa yang harus ia jawab. Tapi sebelum Via membalasnya, Alvin kembali berkomentar.
“Bajak cuy.”
“Maksudnya? Gue gak ngerti.”
“Tadi sepupu gue.”
“Oh, pantesan.”
“Sori ya?”
“Santai aja. Sebelumnya juga gue udah tau kok kalau facebook loe itu dibajak.”
“Oh ya?”
“Iya,”
“Kok bisa?”
“Dari cara nulisnya beda. Gak cuek,”
“Oh gitu.”
“Lagi ngapain?” tanya Via kemudian. Lagi, Alvin tak membalasnya. Sepertinya ia sudah off dan sedang meladeni si pembajak facebooknya tadi. Si Rio tentunya.

Via memandangi laptopnya heran. Menunggu Alvin yang tak kunjung membalas komentarnya.
“Walaupun tadi bukan Alvin yang nembak, kok gue deg-degan ya? Duh, kenapa gue jadi gini sih?” rutuk Via kemudian.
“Ya ampun! Gue sampai lupa mau makan.” Via langsung berlari tanpa menghiraukan facebooknya.
“Via?” chat dari Alvin.

***


“Loe gak sopan banget ya jadi orang!” bentak Alvin sinis.
“Sori Vin, sori. Gue niatnya iseng doang.” balas Rio tanpa dosa. Alvin mendengus kesal. Ia langsung log out akun facebooknya.
“Iseng loe gak lucu tau! Pergi loe sana!” usir Alvin. Rio tertawa menanggapinya.
“Iya-iya gue pergi. Santai aja kali. Entar kalau loe butuh gue sms aja ya?”
“Najis loe! Udah sana pergi!” Alvin mendorong paksa Rio keluar pintu kamarnya.
“Gak usah dipaksa-paksa juga kali. Gue bisa keluar sendiri.”
“Cepetan!”
“Iya bawel loe!”
“Jangan lupa tutup pintunya!”
“Iya, Tuan!” Rio terkekeh. Alvin terlihat lucu kalau lagi emosi.
“Untung gue cepet-cepet dateng, kalau enggak? Ck! Bisa rusak reputasi gue di dunia maya.” timpal Alvin seraya menghapus semua komentarnya yang menurut ia tak enak dibaca.
“Via?” chatnya menyapa Via kemudian.
“Apa dia udah off? Ya udah deh gue off juga.” gumam Alvin lagi. Lain kali ia harus lebih hati-hati lagi dalam meminjamkan sesuatu kepada sepupunya itu sebelum hal buruk lainnya terjadi.

***


Ify terus menatap arloji miliknya gusar. Sudah hampir 15 menit ia menunggu angkot di depan rumahnya.
“Gue bisa telat kalau kaya gini,” gumamnya sambil terus menengok kanan-kiri mencari angkot.
“Ini angkot pada ke mana sih? Nyebelin deh!” Ify menghentak-hentakan kakinya kesal. Ia tidak rela kalau sampai telat di hari senin ini. Soalnya hukumannya bisa sampai dua kali lipat kalau telat.
Stop, stop, stop! Ke SMA Rajawali, Mas. Cepetan!” suruh Ify saat sepeda motor melintas di hadapannya lumayan pelan. Lantas ia langsung naik tanpa si pengemudi berbicara.
“Eh, loe siapa? Cepetan turun!” respon si pemilik motor heran.
Please, bawa gue ke SMA Rajawali sekarang juga. Gue udah telat.” Ify menepuk pundak si pemilik motor.
“Tapi gue bukan tukang ojek.”
“Udah cepetan! Jangan banyak basa-basi.” si pemilik motor hanya mendengus, terpaksa ia menuruti permintaan cewek aneh tersebut. Ify.

Ify memegang pundak si pengemudi erat, bahkan lebih erat. Karena si pengemudi memang mengendarai motornya dengan cepat. Sampai Ify menyembunyikan wajahnya di punggung orang tersebut.
“Turun!” perintah si pemilik motor.
“Udah nyampe?”
“Lihat aja sendiri. Cepetan turun! Gue lagi buru-buru.”
“Gak pakai otot juga kali. Nih uangnya!”
“Hey, gue bukan tukang ojek ya!” si pengemudi membuka helmnya dan berjalan mendekati Ify yang memang ngeloyor begitu saja.
“Nih uang loe.” ucapnya sambil memegang pundak belakang Ify. Ify berbalik dan menatap wajah cowok itu kaget.
“Kenapa bengong? Kaget lihat orang ganteng?”
“Ih, pede banget loe.”
“Faktanya gitu.”
“Terserah loe! Ambil aja tuh uang gue, anggap aja tanda terimakasih gue buat loe.” Ify langsung melangkah pergi.
“Dasar cewek sinting!” teriaknya keras. Ify tak menghiraukan.

***


“Kenapa tuh muka ditekuk gitu?” tanya Alvin saat Rio baru saja duduk di sampingnya. Alvin dan Rio berada di depan kelas menunggu bel masuk berbunyi.
“Lagi emosi gue.” Rio mengacak rambutnya frustasi.
“Kenapa? Tumben loe emosi,” ledek Alvin. Ia menyenggol pelan pundak sepupunya tersebut.
“Tadi gue ketemu cewek sinting di jalan. Masa gue disangka tukang ojek coba? Udah gitu maksa-maksa gue buat nganterin dia ke sekolahnya lagi.” Alvin terkekeh mendengarnya.
“Hahaha loe pantes kali jadi tukang ojek.” Rio langsung menoyor kepala Alvin keras. Alvin meringis kesakitan.
“Nyesel gue cerita sama loe.”
“Anak sekolah mana emang?”
“Rajawali.”
“Rajawali? Di mana tuh? Gue baru denger,” Alvin melihat Rio seakan meminta penjelasan darinya.
“Gue juga baru tau. Biasa, sekolahnya tersembunyi gitu.” jelas Rio. Alvin hanya mengangguk.
“Gue gak mau ketemu dia lagi. Yang ada gue apes mulu kalau ketemu dia.” Alvin tersenyum jahil.
“Awas nanti loe suka.” ledeknya kemudian.
“Ogah! Mending gue jomblo seumur hidup kalau gitu.”
“Beneran mau jomblo seumur hidup? Ucapan itu doa lho.” Alvin langsung bangkit sambil ketawa puas meledek Rio.
“Sialan loe! Bukan gitu juga maksud gue.”
“Takut kan loe? Ya udah makanya jangan terlalu benci sama orang.”
“Iya gue tau.”
“Terus?”
“Terus apa?”
“Maunya loe apa sekarang?”
“Kalau bisa sih gue mau bunuh loe saat ini juga.” Alvin menjitak Rio keras.
“Jangan duduk bareng gue! Kalau loe masih pengen hidup.” timpal Alvin sinis.
“Elo mah dibawa serius orangnya.”
“Hahaha gue bercanda.” Rio mendengus kesal. Sedangkan Alvin hanya nyengir gak jelas.

***


Sudah cukup lama Via gak chattingan sama Alvin. Raut kangen terlihat jelas di wajahnya. Tapi nyatanya Alvin memang belum on facebook sampai sekarang. Terakhir, Alvin hanya memanggil namanya di chat. Via sudah membalas, tapi Alvin gak balik membalas sampai seminggu lamanya.
“Hah, serius ini Alvin?” histeris Via saat ia sedang asyik memandang kronologi facebook Alvin. Di sana, Via melihat seseorang mengupload foto Alvin yang lagi tersenyum. Meski Alvin tak menatap kamera, tapi wajahnya begitu jelas terlihat. Via masih tak percaya kalau itu adalah Alvin. Kulitnya putih, matanya sipit, alisnya tebal, dan ia terlihat tinggi. Sepertinya itu bukan Alvin yang minta foto, tapi ada yang memotretnya diam-diam.
“Alvin cakep bangeeeettt!!!” histerisnya lagi sumringah. Tak lupa Via langsung mendownload foto Alvin buat dikoleksi.
“Alvin on? Godain ah.” gumam Via saat nama Alvin Joe aktif di line chattingnya.
“Ehem, baru on lagi, Mas?”
“Iya.”
“Ke mana aja?”
“Di rumah.”
“Oh. Itu foto asli kamu ya?”
“Eh, yang mana?” balas Alvin yang sepertinya kaget dengan chat Via. Ia memang paling gak suka upload foto ke facebook. Ia langsung mengklik notificationnya.
“Iya itu gue.”
“Cakep!”
“Nggak juga.”
“Cakep tau!” Alvin tak membalas. Ia beralih memandang kronologinya.
“Kok dihapus fotonya? -_-”
“Jelek.”
“Enggak jelek kok. Emang kenapa kalau jelek?”
“Gak apa-apa.”
“Untung gue udah save fotonya :D”
“Hapus, please :(”
“Gak mau :P”
Please,” Via mengernyitkan dahinya.
“Ya udah gue hapus deh -_-”
“Jangan!”
“Lho? Tadi katanya suruh dihapus.”
“Gak apa-apa.”
“Oke, lagi ngapain sekarang?”
“Lagi chattingan,”
“Oh. Sama siapa aja?”
“Sama loe,”
“Gak ada yang lain gitu?”
“Yang lain chatnya norak.”
“Kok gitu?”
“Gak apa-apa.”
“Oh.”
“Ya.”
“Yayaya.”
“Loe lagi ngapain?” tanya Alvin tumben-tumbenan. Via langsung tersenyum membacanya. Karena baru kali ini Alvin perhatian begitu.
“Gue? Gue lagi ngemil sambil main facebook.”
“Oh.”
“Iya. Eh, loe masih sekolah kan? Sekolah di mana? Kelas berapa?”
“Iya masih.” Via memutar bola matanya kesal. Kesal karena pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya itu selalu dijawab Alvin dengan singkat. Mungkin Via juga yang terlalu banyak tanya sama Alvin, bukannya ia tau kalau Alvin itu orangnya cuek? Tapi toh Via tetap mau meladeni sifat Alvin tersebut. Baru saja Via mau membalas chat Alvin, Alvin kembali mengirim.
“Gue kelas 12 di SMA Garuda. Loe?” Via membulatkan mulutnya.
“Oh. Gue masih kelas 11 di SMA Rajawali. Eh, gimana kalau gue panggil Kakak aja?” balas Via. Alvin terdiam membaca balasan dari Via.
“SMA Rajawali? Itukan SMA yang pernah dibilang sama Rio? Jadi dia anak sini juga?” gumam Alvin tak percaya. Sampai-sampai ia lupa membalas chat dari Via.
“Hey?”
“Eh iya kenapa?”
“Gue panggil loe Kakak boleh enggak?”
“Terserah aja,”
“Ya udah gue panggil Kak aja ya?”
“Iya, De :)”
“Jangan panggil De dong, Kak. Gue udah gede, bukan anak kecil lagi.”
“Oh ya?”
“Iya. Panggil nama aja deh.”
“Kalau Mbak aja gimana?”
“Ketuaan!” Alvin tak membalas, sepertinya ia sudah tak kuat lagi menahan rasa kantuknya. Ia tertidur di samping laptopnya yang masih aktif.
“Kak?”

***


“Hey, gue bukan pengemis ya!” bentak Ify saat seseorang menghentikan motor di hadapannya dan memberinya uang receh.
“Oh, bukan pengemis ya? Sori, gue gak tau. Lagian suruh siapa duduk di trotoar kaya gini?” Ify melotot ke arah orang yang masih memakai helm tersebut.
“Bukan urusan loe ya!”
“Loe gembel?”
“Loe gak sopan ya jadi orang?! Siapa sih loe?” tanya Ify sewot. Ia langsung berdiri di hadapan orang tadi.
“Elo?!”
“Kenapa? Kaget?”
“Hahaha. Sori, gue lagi gak butuh tukang ojek. Jadi maaf-maaf aja ya?” ucap Ify terkekeh. Ternyata orang tersebut adalah orang yang pernah disangka Ify seperti tukang ojek. Cowok itu Rio. Sepupu Alvin.
“Sialan! Udah pernah gue bilang kan kalau gue bukan tukang ojek?”
“Lho? Terus ngapain loe masih di sini? Gue kan gak butuh loe.” timpal Ify sinis. Sedangkan Rio hanya bisa menahan emosinya di depan cewek aneh tersebut.
“Loe anak Rajawali kan?”
“Bukan urusan loe.”
“Gue nanya beneran!”
“Dan gue juga jawab beneran!”
“Cih! Dasar cewek aneh.” sinis Rio yang sudah gak betah berada lama-lama di dekat Ify. Ia langsung memakai helm dan melaju meninggalkan Ify sendirian. Klutuk!
“Eh, woy!!! Ini punya loe jatuh.” teriak Ify begitu ia melihat sesuatu jatuh dari saku celana Rio.
“Rio Aditya?” gumamnya. Ternyata itu adalah kartu nama milik Rio.
“Namanya Rio?” Ify membolak-balik kartu nama tersebut dan kemudian memasukannya ke dalam saku baju.

***


“Serius loe, Fy?” tanya Via ketika Ify menceritakan beberapa pertemuan singkatnya dengan Rio.
“Setau gue sih gitu.” jawab Ify santai.
“Kenapa sih? Girang amat kayanya.” lanjut Ify kemudian.
“Berarti dia satu sekolah dong sama Kak Alvin? Oh iya, gue pinjem kartu namanya Rio boleh?” pinta Via dengan mengatupkan kedua tangannya di depan mata Ify.
“Boleh. Bentar ya gue ambil.” kata Ify. Via tersenyum.
“Makasih ya cantik!” heboh Via seraya memeluk tubuh kecil Ify erat.
“Gak usah pakai peluk kali. Sakit tau!”
“Hehe sori. Gue hubungi Rio dulu ya?”
“Mau ngapain?”
“Mau nanya tentang Alvin. Siapa tau aja dia kenal.” Ify menganggukan kepalanya.
“Ya udah gue pinjem laptop loe sini!”
“Ambil aja.” teriak Via yang sudah berada lumayan jauh dari Ify duduk.

Belum hampir 5 detik Via menekan tombol hijau di handphonenya, suara di seberang sana sudah menyahut.
Hallo, ini siapa ya?”
Hallo. Ini Rio bukan?”
“Iya. Ini siapa?”
“Gue Via.”
“Via? Tau nomor gue dari siapa?”
“Gak perlu tau. Gue cuma mau bilang kalau kartu nama loe ada di gue. Itu juga temen gue yang nemunya di jalan.” Rio langsung merogoh saku celananya. Memastikan kalau kartu namanya benar-benar hilang atau tidak.
“Oh iya, gue baru nyadar kalau kartu nama gue gak ada di saku.”
“Terus gimana? Mau diambil apa enggak?”
“Enggak deh, buat loe aja. Gue masih ada lagi kok.”
“Oke. Oh iya, gue boleh nanya gak?”
“Nanya apaan?”
“Loe sekolah di SMA Garuda kan?” tanya Via langsung. Dan akhirnya mereka terlibat percakapan yang sangat panjang. Rio dan Via seakan teman lama yang baru dipertemukan lagi.
“Makasih ya atas infonya.”
“Iya sama-sama. Entar gue bilangin sama dia. Bye!
Bye! Via menutup sambungan teleponnya dengan Rio. Wajahnya berseri.
“Ifffyyyyyyy!!!” teriaknya girang. Ia langsung menghampiri Ify yang serius mainan laptop milik Via. Lantas ia langsung menceritakan apa saja yang ia bicarakan dengan Rio di telepon barusan ke Ify.
“Ah yang bener?” kaget Ify spontan.
“Iya, Ify. Ternyata Rio itu sepupunya Alvin. Aduh, gue jadi pengen cepet-cepet ketemu sama Alvin deh. Pengen tau kaya gimana orangnya.”
“Emangnya Alvin mau ketemuan sama loe?” Ify tersenyum jahil.
“Gak tau juga sih.” kata Via seraya menekuk wajahnya. Ify tersenyum.
“Dia pasti mau kok. Tadi gue bercanda doang. Kenapa loe gak coba chat dia aja? Siapa tau dia lagi on sekarang.”
“Kenapa gue gak kepikiran? Ya udah sini laptopnya.” Ify hanya geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya ini.

***


“Apa?! Via nelpon loe? Kok bisa?” syok Alvin setelah Rio selesai cerita tentang Via kepadanya.
“Ceritanya panjang, Vin. Gue juga bingung tadinya. Emang Via itu siapa sih?”
“Nih gue kasih tau orangnya.” Alvin langsung mengetik nama facebook Via di kotak pencarian. Setelah ketemu, ia langsung memperlihatkan fotonya ke Rio.
“Oh, ini orangnya? Yang pernah gue godain dulu kan?” kata Rio. Alvin mengangguk.
“Eh, bentar ada pesan.” ucap Alvin dan langsung membuka pesan di facebooknya.
“Hey, Kak!” seketika Alvin menatap Rio. Lantas Rio menyuruhnya untuk membalas pesan dari Via tersebut.
“Kenapa?”
“Kakak kenal Rio?” Alvin kembali menatap Rio sesaat, dan kemudian membalasnya.
“Kenal,”
“Dia sepupu Kak Alvin ya?”
“Iya, kenapa?”
“Gak apa-apa. Kapan-kapan gue boleh telpon loe gak, Kak?”
“Emang tau nomornya?”
“Enggak sih. Sini gan minta nomornya?” Alvin meminta persetujuan dari Rio. Rio mengangkat bahu, menyerahkan semuanya pada Alvin.
“Enggak ah.”
“Oh, hmm ya udah :|”
“Maaf ya? :)” Via tak membalas. Entah kenapa matanya berkaca.
“Nanti gue sms.” balas Alvin lagi. Via mengernyitkan dahi. Heran.
“Maksudnya?” tiba-tiba facebook Alvin langsung off. Via hanya bisa memandangi laptopnya resah.
“Besok kita ketemuan di depan SMA Rajawali jam 9. Jangan banyak tanya. Alvinjoe.” Via langsung syok begitu membaca pesan dari Alvin. Tapi kali ini bukan dari facebook, melainkan dari handphonenya sendiri.
“Iya, Kak.” balas Via kemudian. Senyumnya langsung mengembang lebar. Via benar-benar merasa senang saat itu.

***


Alvin menyandarkan tubuhnya di pagar sekolah Via. Tangannya terus membolak-balikan handphone yang sejak tadi dipegangnya. Sesekali ia melirik arloji, memastikan sudah berapa lama ia menunggu di sana. Lagi, Alvin meneliti tempat-tempat yang ada di sekelilingnya. Sepi. Karena memang hari ini adalah hari minggu.
“Gue balik aja deh. Mungkin dia memang gak niat buat dateng.” ucapnya pada diri sendiri. Ia mencoba melangkahkan kakinya dari tempat tersebut.
“Tunggu, Kak!” Alvin menengok dan mendapati seorang cewek berlari kecil menghampirinya. Cewek berambut sebahu, putih, mata sedikit sipit, kini tersenyum malu padanya. Sedangkan Alvin masih terus meneliti cewek di hadapannya itu.
“Hey, Kak! Gue Via.” ucap cewek itu sedikit kaku. Di wajahnya terlihat jelas rasa groginya. Cewek itu memang Via. Teman Alvin di facebook.
“Hey. Hmm Via ya? Gue Alvin.” lantas Alvin dan Via pun saling bersalaman. Mereka masih merasa canggung. Ternyata Alvin jauh lebih tampan dari apa yang Via duga sebelumnya. Begitupun sebaliknya, Alvin langsung terpesona melihat Via yang saat itu mengenakan celana jeans panjang dan kaos merah muda bermotif hati di depannya.
“Kak Alvin ternyata lebih cakep dari yang gue kira.” kata Via memberanikan diri untuk berbicara. Alvin tersenyum, manis sekali. Sampai Via tak kuasa memandangnya lama-lama.
“Enggak kok biasa aja.”
“Beneran.”
“Makasih. Loe juga terlihat lebih cantik kok.” kata Alvin tulus. Mereka kembali terdiam. Hanya mata dan senyumanlah yang menjadi alat komunikasi mereka saat itu.
“Rio mana, Kak? Gak ikut?”
“Hmm Rio? Lagi beli minum.” Via langsung mengangguk dan membulatkan bibirnya.
“Loe sendirian?” tanya Alvin kemudian.
“Enggak kok, gue sama temen.”
“Mana?”
“Sama, lagi beli minum juga.” kata Via. Tiba-tiba mereka saling pandang dan tersenyum.
“Gue duluan yang beli! Loe tuh yang ngikutin gue.” bentak seseorang yang tak jauh dari tempat Alvin dan Via berdiri. Mereka, Ify dan Rio.
“Elo yang ngikutin, bukan gue!” bela Rio kemudian. Lantas membuat Alvin dan Via terbengong-bengong melihat ulah mereka.
“Kalian kenapa ribut?” tanya Alvin dan Via bersamaan. Rio dan Ify berhenti mengoceh. Mereka mendekati sahabat mereka masing-masing.
“Oh, jadi loe yang namanya Via? Tapi kenapa loe kenal sama pengemis ini?” tanya Rio setelah diberi tau oleh Alvin. Via menatap Ify seketika.
“Gue bukan pengemis ya!” sewot Ify.
“Ini temen gue, Ify. Dan Ify lah yang nemuin kartu nama loe.” jelas Via. Sebenarnya Via sudah tau tentang Rio dari Ify. Tapi Via belum memberi tau kalau Ify lah yang menemukan kartu nama Rio.
“Jadi kalian udah pada kenal sebelumnya?” sambung Alvin yang masih terheran-heran.
“Ini cewek aneh yang pernah gue ceritain sama loe waktu di sekolah.” kata Rio. Alvin mengangguk paham.
“Elo tuh yang aneh!”
“Udah dong, Fy. Mending loe baikan deh sama Rio.” pinta Via lembut.
“Ogah! Males banget gue baikan sama dia. Nyebelin abis!”
“Dih, siapa juga yang mau baikan sama loe? Cewek aneh!”
“Ya udah deh terserah kalian. Kak, kita pergi aja yuk dari sini?” ajak Via ke Alvin. Alvin hanya pasrah saat tangannya ditarik sama Via.
“Vi, mau ke mana? Gue ikut!”
“Vin? Masa gue ditinggal sih?”
“Kita gak mau bareng kalau kalian masih berantem.” ancam Via tiba-tiba. Ia masih terus menarik tangan Alvin. Rio dan Ify saling pandang. Lama. Sampai Rio memutuskan untuk bicara.
“Oke, kita baikan.” Rio mengangkat jari kelingkingnya di depan mata Ify.
“Ya udah kalau gak mau.”
“Iya gue mau. Gue minta maaf ya?”
“Iya. Gue juga minta maaf ya?” mereka saling mengaitkan jari kelingking mereka masing-masing.
“Ayo kejar mereka!” ajak Rio sambil menarik tangan Ify.

***


“Kak Alvin seneng gak ketemu gue? Jujur!” tanya Via di sela-sela makannya. Alvin tersedak, ia langsung mencari minuman.
“Pelan-pelan dong Kak kalau makan.”
“Makasih.” Alvin langsung meminum minuman yang diberikan Via barusan.
“Kok nanya gitu sih?” kata Alvin balik tanya.
“Ya gak apa-apa. Kali aja Kak Alvin gak seneng ketemu gue. Gak salah kan nanya gitu?” Alvin langsung menggeleng mendengarnya.
“Ternyata Kak Alvin itu bener-bener cuek orangnya. Kirain cuma di facebook doang cueknya.” kata Via sambil terus memakan bakso. Alvin hanya memandang lekat cewek yang ada di sampingnya itu.
“Oh ya?”
“Iya. Kak Alvin itu pelit ngomong.”
“Belum sempet les ngomong waktu kecil.” ucapnya asal. Via terkekeh dan hampir tersedak. Namun Alvin langsung mengusap-usap punggung atas Via perlahan.
“Emang ada yang lucu ya?” tanya Alvin heran. Sedangkan Via masih sibuk dengan batuk-batuknya.
“Abis Kak Alvin lucu sih. Masa ngomong aja harus les dulu?”
“Terus mesti gimana?”
“Ya ngomong aja. Gimana Kakak mau ngomong apa?” seketika Alvin diam. Ia terus menatap mangkuk baksonya yang hampir habis.
“Loe cantik!” kata Alvin spontan. Entah kenapa hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutnya. Via termangu, memandang wajah Alvin dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.
“Salah lagi?”
“Hmm enggak sih.” jawab Via singkat. Ia kembali memakan baksonya. Kali ini berbeda, tangannya sedikit gemetar. Entahlah.

Kembali, mereka tak bersuara. Hanya penjual bakso sajalah yang sejak tadi sibuk sendiri membereskan tempat dagangannya. Sedetik, tangan Alvin menyentuh bibir Via perlahan. Dan itu membuat jantung Via seakan pindah dari tempatnya.
“Ada saus,” bisik Alvin tepat di telinga Via.
“Oh-iya-Kak, makasih.” kata Via gugup. Bahkan sulit rasanya ia melihat wajah Alvin yang saat itu sangat dekat dengan wajahnya.
“Pulang yuk?”
“Pulang? Oh, ya udah.”
“Gue anter ya?”
“Gak usah repot-repot, Kak. Gue pulang bareng Ify aja.”
“Kalau loe nolak, berarti ini pertemuan terakhir kita.”
“Kok gitu?”
“Gimana?”
“Ya udah deh.” Alvin langsung tersenyum mendengarnya. Lantas ia segera mengulurkan tangannya ke Via.
“Terimakasih.” ucap Via ikut tersenyum. Ia menggenggam tangan Alvin erat-erat.
“Seneng banget gue bisa ketemu Kak Alvin. Bener-bener gak nyangka.”
“Biasa aja.”
“Tuh kan? Kebiasaan ih!”
“Tapi emang kenyataannya biasa aja.”
“Kok gitu?”
“Bukannya kita udah sering ngobrol di facebook?” tanya Alvin yang masih menggenggam tangan Via sambil jalan.
“Iya juga sih. Eh, tapi inikan beda? Kita ketemu dan ngobrol secara langsung. Bukan di chattingan lagi.” Via memberhentikan langkahnya.
“Tapi sama aja ngobrol kan?”
“Terserah Kak Alvin aja deh.”
“Ngambeeek,”
“Enggak.”
“Ya udah.”
“Nyebelin banget sih?!”
“Tapi seneng kan ketemu gue?” ledek Alvin sambil mengacak poni Via perlahan. Sepertinya Alvin mulai merasa nyaman dengan Via. Ia sudah gak canggung lagi bercanda dengan cewek yang dikenalnya di facebook tersebut.
“Itu tadi, sekarang udah enggak!”
“Ya udah gue pergi duluan ya? Bye!
“Ih, tega banget sih jadi cowok?!” teriak Via sedikit kesal melihat Alvin yang berjalan duluan一terkesan meninggalkannya.
“Terus maunya gimana?”
“Tau ah!”
“Ya udah.”
“Kak Alviiiiiiiiiiinnn!!! Nyebelin banget sih?!”
“Udah?” tanya Alvin. Via mengembungkan pipinya manja.
“Ya udah yuk pulang?” Alvin menggendong paksa Via yang masih saja menampakan wajah kesalnya.
“Apa-apaan sih, Kaaakk?”
“Udah deh diem!”
“Iya, iya!” kata Via seraya tersenyum di atas punggung Alvin.

***


“Makasih ya udah nganterin?” Rio mengangguk.
“Bagi nomor handphone loe dong?” pintanya kemudian.
“Gue gak hafal.” Ify memamerkan gigi putihnya.
“Duh, masa nomor sendiri lupa? Payah,”
“Entar gue sms aja deh. Kartu nama loe kan ada di gue.”
“Oh iya gue lupa. Gue pamit ya?”
“Iya, hati-hati.”
“Jangan lupa sms!” suruh Rio sebelum benar-benar pergi dari hadapan Ify.
“Oke, tenang aja.” kata Ify. Rio mengangkat jempolnya dan langsung melesat cepat.

Kemudian Ify langsung lari ke rumahnya. Mengambil handphone dan segera menelpon sahabatnya.
“Vi, loe di mana?”
“Di rumah. Kenapa?”
“Loe nyebelin banget ya ninggalin gue sama Rio. Gak seru loe ah!”
“Gue sengaja kok, biar loe bisa berduaan sama dia. Hahaha.”
“Asem loe! Eh, tapi ternyata Rio itu asyik juga diajak ngobrolnya, Vi.”
“Cieee. Kayanya bakal ada yang benci jadi cinta nih. Cieee.”
“Ih, apaan sih loe? Enggak!”
“Ngaku aja deh!”
“Loe sama Alvin gimana?”
“Gak usah mengalihkan pembicaraan deh. Gue sama Alvin baik-baik aja kok. Loe sama Rio gimana? Ehem!”
“Tau ah! Gue tidur dulu ya? Ngantuk nih. Entar sore disambung lagi. Bye!
“Oke, bye! Ify dan Via menutup sambungan telepon mereka.

***


Malam ini, untuk pertama kalinya Alvin bertamu ke rumah Via. Awalnya ragu, namun ia memberanikan diri untuk masuk. Lama, Alvin berdiri di depan pintu. Masih belum ada juga tuan rumah yang datang membukakan pintu untuknya.
“Pulang aja deh. Mungkin udah pada tidur.” kata Alvin pelan dan melangkah pergi dari rumah Via.
“Maaf lama. Ada perlu dengan siapa ya?” tanya seseorang yang membukakan pintu.
“Gak apa-apa kok, Tante. Aku Alvin, temennya Via.” kata Alvin ramah. Lantas ia mencium tangan wanita paruh baya yang ada di hadapannya tersebut.
“Oh, temennya Via ya? Aduh, sayang banget Vianya udah tidur, Nak. Sepertinya dia kelelahan. Tapi Tante mau coba bangunin dulu deh. Sebentar ya?” kata Mama Via. Alvin langsung menyanggah sebelum Mama Via masuk ke dalam.
“Oh, gitu. Ya udah gak usah dibangunin, Tante. Mungkin lain kali aja Alvin ke sini lagi. Kasihan Via kalau sampai dibangunin.”
“Beneran?”
“Iya, Alvin gak apa-apa kok. Kalau gitu Alvin permisi ya, Tante? Selamat malam!”
“Iya Nak, maaf ya sebelumnya.” balas Mama Via sedikit tidak enak hati. Alvin tersenyum dan langsung berbalik badan meninggalkan rumah Via.

Baru saja Alvin sampai di dekat pagar rumah Via, ia merasa kalau handphonenya berbunyi. Alvin sempat heran saat melihat nama Via tertera di layar ponselnya.
Hallo?
“Kak Alvin mau ke mana? Pulang?” tanya Via.
“Niatnya sih gitu. Katanya tidur?”
“Tadi gue tidur bentar. Tapi langsung bangun lagi pas denger suara Kak Alvin.”
“Oh,”
“Tunggu ya, Kak! Gue mau turun.”
“Gak perlu. Kalau loe ngantuk mending tidur lagi aja.” kata Alvin mantap. Tapi sayang, Via sudah memutuskan sambungan teleponnya.
“Maaf Kak lama. Mau ada perlu apa sih, Kak?” tanya Via begitu ia sampai di depan pagar rumahnya, tempat Alvin berdiri.
“Gak ada apa-apa. Pengen main aja.”
“Ya udah masuk aja yuk?”
“Enggak ah di sini aja.”
“Kenapa?”
“Udah terlanjur pamit sama Mama loe.” kata Alvin pelan. Via hanya mengangguk.
“Terus sekarang mau ngapain?”
“Duduk,” Alvin menunjuk ke trotoar yang ada di dekat rumah Via. Via tersenyum.
“Di sini?”
“Iya. Di mana lagi?”
“Ya udah deh. Kalau gitu gue ambil minum sama cemilan dulu ya, Kak?” izin Via sambil memegang pundak Alvin.
“Gak usah, Vi. Cuma pengen ngobrol aja kok, jadi gak butuh minum sama makan kan? Hehehe.”
“Tumben Kak nyengir? Hahaha. Ya udah deh, sekarang maunya gimana?” Via menopang dagunya di lutut. Matanya terus menatap Alvin yang malam ini sangat mempesona menurutnya.
“Jangan lihatin gue kaya gitu dong!” kata Alvin salah tingkah.
“Kakak cakep malem ini.” Alvin melotot ke arah Via yang sudah tersenyum memamerkan lesung pipitnya.
“Maksudnya kemarin-kemarin gak cakep gitu?” Via menggeleng.
“Tiap hari kok.” goda Via seraya menyenggol genit badan Alvin. Alvin tersenyum. Mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang bermesraan di pinggir jalan. Tapi nyatanya mereka memang tidak sedang pacaran.
“Apanya yang tiap hari?”
“Nyebelinnya.” Alvin memutar bola matanya pelan. Cewek yang ada di sampingnya itu mudah banget ngambek.
“Jelek kalau ngambek.”
“Siapa yang ngambek? Enggak yeee!!!”
“Syukur deh!”
“Tuh ya!”
“Apa sih?”
“Tau ah! Mau ngambek.”
“Mau ngambek kok bilang-bilang?”
“Bodo!”
“Ya udah deh gue pulang.”
“Dih, kok gitu?”
“Terus?”
“Jangan pulang!”

***


“Gue suka sama loe!” bisik Rio pelan. Ify langsung syok mendengarnya. Apa gak salah Rio mengatakan cinta secepat itu ke Ify?
“Gue gak suka dibercandain.” Ify menatap sinis mata Rio.
“Gue seriusan. Gue gak bohong. Sumpah, gue beneran suka sama loe.” kata Rio tulus.
“Ternyata bener kata Alvin kalau benci sama cinta itu beda tipis.” lanjutnya.
“Oh, jadi dulu loe benci sama gue? Oke, fine!”
“Iya, itukan dulu. Abisnya elo nyebelin anaknya.”
“Masa sih? Terus sekarang?”
“Sekarang? Maunya? Hehehe.”
“Ih, nyebelin.” sewot Ify sambil berbalik membelakangi Rio yang masih terkekeh dibuatnya.
“Kamu itu ngangenin. Serius.” goda Rio sambil tersenyum. Ia membalikan badan Ify perlahan.
“Mau ya jadi pacar gue?”
“Kalau gue nolak gimana?”
“Ya gak apa-apa. Paling gue kecewa doang.”
“Harus jawab sekarang apa gimana?”
“Tahun depan aja kalau bisa.”
“Ya udah kalau gitu tahun depan loe ke sini lagi.” Rio melongo. Cewek satu ini sangat susah buat diajak bercanda maupun serius.
“Ify! Gue serius.”
“Rio! Gue juga serius.” lagi-lagi Rio menarik napasnya berat. Berusaha sabar menghadapi Ify yang super menyebalkan menurutnya.
“Oke, jadi jawabannya apa? Loe terima gue apa enggak?”
“Menurut loe aja gimana? Gue bakal terima loe atau enggak?” ucap Ify asal. Ia tak menyadari bahwa Rio sudah menahan emosinya sejak tadi.
“Ya gue sih pengennya loe terima gue. Tapi gue gak mau maksa.”
“Ya udah kalau gitu.”
“Maksudnya?”
“Loe tuh bego apa pura-pura bego sih, Yo?! Loe pengen gue terima cinta loe kan? Ya udah gue terima.”
“Serius loe, Fy?”
“Emang muka gue muka bercanda?” kata Ify enteng. Tiba-tiba Ify sudah merasakan tubuhnya terangkat dan diputar oleh Rio. Sangat kencang.
“Turunin gue! Kepala gue pusing, Yoooo!!!” teriaknya kemudian. Namun Rio sengaja tak menghiraukan permintaan Ify. Ia semakin kencang memutar Ify hingga akhirnya mereka jatuh bersamaan.
“Gue cinta sama loe, Fy. Gue cintaaaaa banget.” kata Rio yang langsung memeluk pacar barunya tersebut.
“Gue juga cinta sama loe, Yo. Tapi cinta gue gak selebay kaya cinta milik loe.” Ify tersenyum sinis.
“Terserah. Yang penting sekarang loe udah jadi pacar gue.” Rio semakin erat memeluk tubuh Ify. Perlahan, Ify pun membalas pelukan Rio.

***


“Dari tadi kok kita gini-gini aja sih, Kak? Ngobrol apa kek?” pinta Via yang mulai jenuh dengan aksi diam-diamannya dengan Alvin. Alvin menatap Via perlahan, tubuhnya ia satukan dengan lutut.
“Loe kedinginan?” tanya Alvin. Via menggeleng cepat.
“Pakai jaket gue ya?” seketika Alvin langsung memakaikan jaketnya ke Via.
“Makasih, Kak.” Alvin kembali diam. Cukup lama.
“Loe beneran suka sama gue? Jujur aja, gak apa-apa.” tanya Alvin ragu. Ia tidak sama sekali menatap mata Via.
“Emang kenapa, Kak?”
“Jawab aja.”
“Oke. Jujur Kak, sebenernya gue juga gak tau sama perasaan ini. Kadang gue merasa kangen kalau Kakak gak ada, tapi gue juga suka benci kalau ada Kakak.” ucapnya jujur. Alvin mengangguk. Ia kembali membayangkan bagaimana sikapnya selama ini ke Via.
“Kok gitu?”
“Iya, Kakak terlalu cuek orangnya dan itu sangat menyebalkan. Ya sebenernya boleh-boleh aja sih cuek, tapi tolong jangan terlalu cuek banget sama gue, Kak.”
“Akan gue coba.”
“Seharusnya juga begitu.”
“Emang keterlaluan ya cueknya?”
“Enggak juga. Tapi ya, gak tau deh.”
“Rasanya aneh banget kalau gue harus pecicilan dan banyak tanya. Gue gak terlalu bisa.”
“Gak gitu juga. Ya perhatian dikit kek sama orang, atau gimana gitu. Kalau ditanya harus jawab yang bener, gak menyebalkan.” kata Via sambil menopang dagunya di lutut. Alvin terdiam, ia hanya bisa memandangi wajah Via yang sedang meluapkan uneg-unegnya tentang dirinya.
“Gue paling gak bisa perhatian sama orang, Vi. Apalagi sama cewek,” gumamnya lemas. Via mendongak.
“Kakak harus bisa. Karena cewek paling seneng kalau diperhatiin. Dan itu berlaku juga buat gue.” lirih Via kemudian. Lalu ia merasakan kehangatan yang luar biasa menjalar di tubuhnya. Pelukan Alvin.
“Maafin gue ya?”
“Buat apa, Kak?”
“Buat semuanya.” Via tak merespon. Ia terlalu menikmati dekapan Alvin yang begitu hangat.
“Entah kenapa perasaan gue jadi kaya gini semenjak gue kenal loe di facebook.”
“Maksudnya?”
“Gak tau. Seneng aja rasanya.”
“Oh, sama kalau gitu.”
“Oh ya?”
“Begitulah,”
“Kok sekarang jadi loe yang cuek sih?”
“Emang gak boleh?”
“Gak boleh! Cukup gue aja yang cuek.” Alvin melepaskan pelukannya.
“Oh, ya udah.”
“Viiiiaaa!!!”
“Tuh kan kesel? Makanya jangan cuek-cuek kalau jadi orang.”
“Iya deh, nanti gue coba.”
“Harus sekarang. Jangan nanti-nanti!”
“Nanti aja.”
“Sekarang!”
“Kalau sekarang mau ada urusan lain.”
“Urusan apa?”
“Urusan yang penting banget.”
“Urusan apa sih, Kak? Mulai deh, nyebelin.”
“Mau nembak loe.” Via langsung menatap Alvin tak percaya.
“Loe bakal terima gue apa enggak kalau gue nembak?” Via mengernyit dibuatnya. Baru kali ini ada orang yang meminta jawabannya terlebih dahulu sebelum menembak.
“Gak tau ah!”
“Kok gitu? Ya udah deh gak jadi.”
“Kak Alviiiinnn!!!”
“Apa sih?”
“Tau ah! Bete gue.”
“Ya udah kalau gitu.”
“Tuh kan?”
“Kenapa lagi?”
“Terserah deh. Gue mau masuk, ngantuk!” kesal Via yang langsung beranjak dari duduknya. Namun Alvin dengan segara menarik Via ke dalam pelukannya. Via hanya bisa pasrah, perlahan ia membalas pelukan Alvin tanpa berucap sepatah katapun.
“Gue sayang sama loe, Vi.” Alvin terus memeluk Via erat. Rasanya nyaman sekali berada di pelukan cewek yang kini hanya membisu di dadanya itu. Begitu juga sebaliknya.
“Maaf kalau selama ini gue sering cuek sama loe. Itu semua karena gue selalu kehabisan kata-kata setiap chattingan atau ngobrol sama loe dan gak tau lagi harus ngobrolin apa? Tapi emang cuek itu adalah salah satu sifat gue juga sih. Gue harap loe bisa ngerti.” Via tak merespon kata-kata Alvin. Ia masih begitu menikmati kehangatan yang diberikan Alvin malam itu.
“Sekarang terserah loe mau anggap gue apa? Entah itu pacar, sahabat, teman, atau apalah itu. Yang penting gue ingin selalu ada di dekat loe dengan cara apapun. Gue sayang sama loe, Vi.” Alvin memegang kedua pipi Via lembut.
“Kak?”
“Mendingan sekarang loe masuk. Tidur yang nyenyak, besok sekolah.” suruh Alvin ramah. Via tersenyum manis.
“Tunggu! Ini semua bukan mimpi kan? Ini beneran? Kita beneran jadian?” tanya Via bertubi-tubi. Ia menyentuh wajahnya dan wajah Alvin bergantian. Lantas一tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari si cewek一Alvin langsung mengunci rapat-rapat bibir Via. Untuk sejenak, Via hanya mematung, jantungnya seakan telah jatuh dari posisi seharusnya. Lututnya benar-benar terasa lemas. Perlahan, Via pun berusaha mengikuti gerakan Alvin. Hangat dan lembut.
“Aku cinta sama kamu, Via.” ucap Alvin sambil menatap lekat mata Via yang saat itu bersinar bagai bulan purnama.
“Loe masuk gih, udah malem.” Via hanya mengangguk pasrah. Ia terlalu senang dengan semua ini.
“Maaf kalau aku udah lancang. Selamat malam.”
“Aku juga cinta kamu, Kak.” bisik Via kemudian. Ia langsung berlari meninggalkan Alvin sendirian. Perasaannya saat itu sudah tidak bisa lagi diungkapkan oleh kata-kata. Alvin hanya bisa memandangi tubuh Via yang berlari kecil ke dalam rumahnya. Ia benar-benar merasakan apa yang sekarang Via rasakan. Bahagia. Dan memang benar-benar bahagia. Ia tersenyum manis.

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1yh2gzkxR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar